Sabtu, 10 Januari 2015

Makalah faktor yang mendorong pelapisan sosial

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Misalnya jika masyarakat menghargai kekayaan material daripada kehormatan maka mereka yang memiliki kekayaan tinggi akan menempati kedudukan yang tinggi dibandingkan pihak-pihak lainnya. Gejala tersebut akan menimbulkan lapisan masyarakat yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara vertikal.
Sebagaimana filosof Aristoteles (Soekanto, 2003:227) mengatakan bahwa zaman dahulu di dalam negara terdapat tiga unsur yaitu mereka yang kaya sekali, yang melarat dan yang berada di tengah-tengah. Membuktikan bahwa zaman itu dan sebelumnya orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat dari bawah ke atas. Barang siapa yang mempunyai sesuatu yang berharga dalam jumlah yang banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas. Mereka yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu berharga dalam pandangan masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan sebutan stratifikasi sosial (social stratification). Ini merupakan pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Kelas sosial tersebut dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class)  dan kelas bawah (lower class).
Adanya lapisan masyarakat sangat berperan penting dalam aktivitas sosial individu atau kelompok dalam suatu organisasi sosial. Tanpa lapisan sosial dalam masyarakat maka masyarakat itu akan menarik untuk dilihat, dikenal, dan dipelajari.
Lapisan masyarakat sudah ada sejak dulu, dimulai sejak manusia itu mengenal adanya kehidupan bersama dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara yang pemimpin dan yang dipimpin, golongan budak dan bukan budak, pembagian kerja bahkan pada pembedaan kekayaan. Semakin maju dan rumit teknologi suatu masyarakat, maka semakin kompleks sistem lapisan masyarakat.
Bentuk-bentuk kongkrit lapisan masyarkat berbeda-beda dan sangat banyak. Namun secara prinsipil bentuk-bentuk lapisan sosial tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelas yaitu ekonomi, politis, dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Ketiga bentuk pokok tadi memiliki keterkaitan yang erat satu sama lainnya, dimana ketiganya saling mempengaruhi.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, namun dalam realitanya hal tersebut tidak demikian adanya. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Sistem lapisan dengan sengaja dibentuk dan disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sehingga suatu organisasi masyarakat tidak akan pernah lepas dari terbentuknya lapisan sosial dalam masyarakat tersebut.

B.     Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui dan memahami stratifikasi sosial.
2.      Untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk stratifikasi sosial di masyarakat
3.      Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor stratifikasi sosial di masyarakat
4.      Untuk mengetahui dan memahami ukuran stratifikasi sosial di masyarakat
5.      Untuk mengetahui dan memahami unsur-unsur stratifikasi sosial di masyarakat
6.      Untuk mengetahui dan memahami dampak dari stratifikasi sosial di masyarakat



C.    Rumusan Masalah
1)      Apakah yang dimaksud dengan stratifikasi sosial?
2)      Jelaskan bentuk-bentuk stratifikasi sosial dalam kehidupan sehari-hari!
3)      Apa saja faktor-faktor pembentukan stratifikasi sosial?
4)      Sebutkan dan jelaskan ukuran stratifikasi sosial!
5)      Unsur-unsur apa saja yang ada dalam stratifikasi sosial?
6)      Apa dampak stratifikasi sosial?

















BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi social (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal)atau “strata” (jamak) yang berarti lapisan. Dalam Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Beberapa defenisi Stratifikasi Sosial menurut para ahli :  [1][1]
Sebagaimana Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki). Menurut Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege, dan prestise. Sedangkan Cuber mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas kategori dari hak-hak yang berbeda. Sementara Drs.Robert. M.Z. Lawang mendefinisikan sosial stratification adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu system social tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise .
Begitu pula dengan Seorang filsuf bangsa Yunani yaitu Aristoteles mengatakan, bahwa di dalam tiap-tiap negara terdapat 3 unsur lapisan masyarakat, yaitu mereka yang kaya sekali,mereka yang berada ditengah-tengahnya dan mereka yang melarat. Ucapan Aristoteles ini membuktikan bahwa terjadinya lapisan-lapisan dalam masyarakat sudah sejak saat itu bahkan diduga bahwa zaman sebelumnya telah diakui adanya tingkatan atau lapisan-lapisan di dalam masyarakat.



B.     Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial
Terbentuknya stratifikasi sosial dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu yang dihargai dan dianggap bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang dihargai selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Keadaan ini menjadikan bentuk-bentuk stratifikasi sosial semakin beragam. Selain itu, semakin kompleksnya kehidupan masyarakat semakin kompleks pula bentuk-bentuk stratifikasi yang ada. Secara garis besar bentuk-bentuk stratifikasisosial sebagai berikut.
a)      Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Dalam stratifikasi ini dikenal dengan sebutan kelas sosial. Kelas sosial dalam ekonomi didasarkan pada jumlah pemilikan kekayaan atau penghasilan. Secaraumum klasifikasi kelas sosial terdiri atas tiga kelompok sebagai berikut.
1)      Kelas sosial atas, yaitu kelompok orang memiliki kekayaan banyak, yang dapat memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan secara berlebihan.Golongan kelas ini dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan, bentuk rumah, gaya hidup yang dijalankan, dan lain-lain.
2)      Kelas sosial menengah, yaitu kelompok orang berkecukupan yang sudah dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer), misalnya sandang, pangan, dan papan. Keadaan golongan kelas ini secara umum tidak akan sama dengan keadaan kelas atas.
3)       Kelas sosial bawah, yaitu kelompok orang miskin yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan primer. Golongan kelas bawah biasanya terdiri atas pengangguran, buruh kecil, dan buruh tani.
b)      Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan anggota masyarakat ke dalam kelompok tingkatan sosial berdasarkan status sosialnya. Oleh karena itu, anggota masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang terhormat menempati kelompok lapisan tertinggi. Sebaliknya, anggotamasyarakat yang tidak memiliki kedudukan sosial akan menempati pada lapisan lebih rendah. Contoh: seorang tokoh agama atau tokoh masyarakat akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan sosial.
c)      Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Apabila kita berbicara mengenai politik, maka pembicaraan kita berhubungan erat dengan sistem pemerintahan. Dalam stratifikasi sosial, media politik dapat dijadikan salah satu kriteria penggolongan. Orang-orang yang menduduki jabatan di dunia politik atau pemerintahan akan menempati strata tinggi. Mereka dihormati, disegani, bahkan disanjung-sanjung oleh warga masyarakat. Orang-orang yang menduduki jabatan di pemerintahan dianggap memiliki kelas yang lebih tinggi dibandingkan warga biasa. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik menjadikan masyarakat terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok lapisan atas yaitu elite kekuasaan disebut juga kelompok dominan (menguasai) sedangkan kelompok lapisan bawah, yaitu orang atau kelompok masyarakat yang dikuasai disebut massa atau kelompok terdominasi (terkuasai).
d)     Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap lebih tinggi statusnya daripada bekerja kasar, walaupun mereka mempunyai gaji yang sama. Adapun penggolongan masyarakat didasarkan pada mata pencaharian atau pekerjaan sebagai berikut.
1.      Elite yaitu orang kaya dan orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang dinilai tinggi oleh masyarakat.
2.      Profesional yaitu orang yang berijazah dan bergelar kesarjanaan serta orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
3.      Semiprofesional mereka adalah para pegawai kantor, pedagang, teknisi berpendidikan menengah, mereka yang tidak berhasil mencapai gelar, para pedagang buku, dan sebagainya.
4.      Tenaga terampil mereka adalah orang-orang yang mempunyaiketerampilan teknik mekanik seperti pemotong rambut, pekerja pabrik, sekretaris, dan stenografer.
5.      Tenaga tidak terdidik, misalnya pembantu rumah tangga dan tukang kebun.
e)       Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pendidikan
Antara kelas sosial dan pendidikan saling memengaruhi. Hal ini dikarenakan untuk mencapai pendidikan tinggi diperlukan uang yang cukup banyak. Selain itu, diperlukan juga motivasi, kecerdasan, dan ketekunan. Oleh karena itu, tinggi dan rendahnya  pendidikan akan berpengaruh pada jenjang kelas sosial.
f)       Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Budaya Suku Bangsa
Pada dasarnya setiap suku bangsa memiliki stratifikasi sosial yang berbeda-beda. Misalnya pada suku Jawa. Di Jawa terdapat stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan tanah sebagai berikut.
1.      Golongan wong baku (cikal bakal), yaitu orang-orang keturunan para pendiri desa. Mereka mempunyai hak pakai atas tanah pertanian danberkewajiban memikul beban anak keturunan para cikal bakal tersebut. Kewajiban seperti itu disebut dengan gogol atau sikep.
2.      Golongan kuli gandok (lindung), yaitu orang-orang yang mempunyai rumah sendiri, tetapi tidak mempunyai hak pakai atas tanah desa.
3.      Golongan mondok emplok, yaitu orang-orang yang mempunyai rumah sendiri pada tanah pekarangan orang lain.
4.      Golongan rangkepan, yaitu orang-orang yang sudah berumah tangga, tetapi belum mempunyai rumah dan pekarangan sendiri.
5.      Golongan sinoman, yaitu orang-orang muda yang belum menikah dan masih tinggal bersama-sama dengan orang tuanya.
Selain itu, stratifikasi sosial pada masyarakat Jawa didasarkan pula atas pekerjaan atau keturunan, yaitu golongan priayi dan golongan wong cilik. Golongan priayi adalah orang-orang keturunan bangsawan dan para pegawai pemerintah serta kaum cendekiawan yang menempati lapisan atas. Sedangkan golongan wong cilik antara lain para petani, tukang, pedagang kecil, dan buruh yang menempati lapisan kelas bawah. Pada tahun 1960-an, Clifford Geertz seorang pakarantropolog Amerika membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok, yaitu santri, abangan, dan priayi. Menurutnya, kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau menganut Kejawen, sedangkan kaum priayi adalah kaum bangsawan.

C.    Faktor-Faktor Pembentuk Stratifikasi Sosial
Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu. Tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Alasan-alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat. Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama adalah kepandaian berburu. Sedangkan pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam, maka kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli) dianggap sebagai orang-orang yang menduduki lapisan tinggi.
Ada beberapa macam terbentuknya stratifikasi sosial, yaitu:
a)      Stratifikasi sosial berdasarkan usia (age stratification), yaitu dalam sistem ini anggota masyarakat yang berusia lebih muda mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda dengan anggota masyarakat yang lebih tua. Seperti anak sulung memperoleh prioritas dalam pewarisan harta atau kekuasaan.
b)      Stratifikasi sosial berdasarkan jenis kelamin (sex stratification), yaitu suatu pandangan bahwa jenis kelamin tertentu lebih utama dibanding yang lainnya, seperti laki-laki lebih tinggi dibandingkan wanita.
c)      Ada stratifikasi berdasarkan hubungan kekerabatan, dimana terjadi perbedaan hak dan kewajiban antara anak, ayah, kakek, dan sebagainya.
d)     Ada pula stratifikasi berdasarkan keagamaan, etnik, dan ras, pekerjaan, ekonomi, pendidikan, dimana lapisan masyarakat terjadi perbedaan karena faktor-faktor tersebut. (Sunanto, 2000:85)
Sifat sistem lapisan sosial di dalam masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social stratification), terbuka (open social stratification), dan sistem lapisan sosial campuran. Stratifikasi sosial tertutup (closed social stratification) ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horizontal saja. Contoh: sistem kasta, kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana, rasialis, kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih, feodal, kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan atau majikan. Stratifikasi sosial terbuka (opened social stratification) ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Contoh: seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya, seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha. Sedangkan stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.

D.    Ukuran Stratifikasi Sosial
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk lapisan masyarakat terbagi kepada beberapa kriteria yaitu:
a)      Ukuran kekayaan. Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk ke dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
b)      Ukuran kekuasaan. Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan atasan.
c)      Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
d)     Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif. Karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaan. Sudah tentu hal yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau tidak halal. (Soekanto, 1992:262)

E.     Unsur-unsur dalam Stratifikasi Sosial
Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role)[2][2]. Kedudukan dan peranan merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial. Yang diartikan sebagai sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal-balik antara individu dalam masyarakat dan antara individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu- individu tersebut[3][3]. Dalam hubungan-hubungan timbal-balik tersebutkedudukan dan peranan individu mempunyai peranan yang penting oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran yang agak mendalam, kedua hal tersebut akan dibicarakan tersendiri dibawah ini. 
1.      Kedudukan  (Status)
Kedudukan Kadang-kadang dibedakan pengertiannya dengan kedudukan sosial (social status)[4][4]. Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestasinya dan hak-hak serta kewajiban-kewaibannya. Untuk lebih mudah mendapatkan pengertian, kedua istilah tersebut di atas akan dipergunakan dalam arti yang sama dan digambarkan dengan istilah kedudukan saja.
Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu.[5][5]Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa kedudukan, oleh karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Pengertian tersebut menunjukan tempatnya sehubungan dengan kerangka masyarakat secara menyeluruh. Seperti Kedudukan Tuan A sebagai warga masyarakat, merupakan kombinasi dari segenap kedudukannya sebagaiguru, kepala sekolah, ketua rukun tetangga dst.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam Kedudukan yaitu :
a)      Ascribed-Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula.
 b)      Achieved-Status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim asalkan mempunyai persyaratan tertentu. Terserahlah kepada yang bersangkutan apakah dia mampu menjalani persyaratan-persyaratan tersebut. Apabila tidak, tak mungkin kedudukan sebagai hakim tersebut akan diperolehnya.
Dan kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu Assigned-status,[6][6] yang merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned-status sering mempunyai sering mempunyai hubungan yang erat dengan Achieved-Status. Artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada orang yang lebih berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi kadang-kadang kedudukan tersebut diberikan, karena seseorang telah lama menduduki suatu kepangkatan tertentu. Misalnya seorang pegawai negeri seharusnya naik pangkat secara reguler, setelah menduduki kepangkatannya yang lama, selama jangka waktu tertentu.
2.      Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu dan pengetahuan. Keduanya tak dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti.[7][7] Setiap orang mempunyai macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
 Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dan perilaku orang-orang sekelompoknya.[8][8] Hubungan-hubungan sosial yang ada masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Misalnya, norma kesopanan menghendaki agar seorang lelaki berjalan bersama seorang wanita.
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal, yaitu :[9][9]
a)       Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b)      Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c)      Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaaku individu yang penting bagi struktur sosioal masyarakat.
Perlu pula disinggung perihal fasilitas bagi peranan indivudu (role-facilities). Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk dapat menjalankan peranan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagaian masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk pelaksanaan peranan. Kadang-kadang perubahan struktur suatu golongan kemasyarakatan menyebabkan fasilitas bertambah. Misalnya, perubahan organisasi suatu sekolah yang memerlukan penambahan guru, pegawai administrasi, dan seterusnya. Akan tetapi sebaliknya, juga dapat mengurangi peluang-peluang, apabila terpaksa diadakan rasionalisasi sebagai akibat perubahan struktur dan organisasi.
F.     Dampak Stratifikasi Sosial
Pada dasarnya manusia itu adalah sama kedudukan dan derajatnya tetapi pada realitasnya lapisan-lapisan masyarakat adalah sesuatu yang benar-benar ada dan nyata. Perbedaan stratifikasi sosial memberikan dampak dalam cara menyapa, bahasa dan gaya bicara. Seperti gaya bicara orang kaya kepada orang miskin, atau orang berkuasa kepada orang bawahan akan berbeda cara berbicaranya. Begitu pula penyebutan gelar, pangkat atau jabatan memberikan petunjuk mengenai status seseorang dalam masyarakat. Kemudian cara berpakaian merupakan salah satu dampak lain dari stratifikasi sosial.
Akan tetapi selain menimbulkan dampak tertentu, ternyata stratifikasi sosial juga diperlukan dalam suatu lingkungan masyarakat. Melalui stratifikasi sosial setiap masyarakat harus menempatkan individu-individu pada tempat-tempat tertentu dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai akibat penempatan tersebut. Dengan demikian masyarakat menghadapi dua persoalan, pertama menempatkan individu-individu tersebut dan kedua mendorong agar mereka melaksanakan kewajibannya.
Apabila semua kewajiban selalu sesuai dengan keinginan si individu, dan sesuai pula dengan kemampuan-kemampuannya dan seterusnya, maka persoalannya tak akan terlalu sulit untuk dilaksanakan. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Kedudukan dan peranan tertentu sering memerlukan kemampuan-kemampuan dan latihan-latihan tertentu. Pentingnya kedudukan dan peranan tersebut juga tidak selalu sama. Maka tak akan dapat dihindarkan bahwa masyarakat harus menyediakan beberapa macam sistem pembalasan jasa sebagai pendorong agar individu mau melaksanakan kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan posisinya dalam masyarakat. Balas jasa dapat berupa insentif di bidang ekonomis, estetis, atau mungkin juga secara perlambang. Yang paling penting adalah bahwa individu-individu tersebut mendapat hak-hak, yang merupakan himpunan kewenangan-kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan atau untuk tidak berbuat sesuatu. Sering pula dijumpai hak-hak yang secara tidak langsung berhubungan dengan kedudukan dan peranan seseorang. Akan tetapi hak-hak tersebut sedikit banyaknya merupakan pendorong bagi si individu. Hak-hak tersebut di lain pihak juga mendorong individu-individu untuk memperoleh kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat.
Dengan demikian maka mau tidak mau ada sistem lapisan masyarakat, karena gejala tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat: yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat  yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta perannya. Pengisian tempat-tempat tersebut merupakan daya pendorong agar masyarakat bergerak sesuai dengan fungsinya. Akan tetapi wujudnya dalam setiap masyarakat juga berlainan. Karena tergantung pada bentuk dan kebutuhan masing-masing masyarakat. Jelas bahwa kedudukan dan peranan yang dianggap tertinggi oleh setiap masyarakat adalah kedudukan dan peranan yang dianggap terpenting serta memerlukan kemampuan dan latihan-latihan maksimal. Tak banyak individu yang dapat memenuhi persyaratan demikian, bahkan mungkin hanya segolongan kecil dalam masyarakat. Maka oleh sebab itu pada umumnya warga lapisan atas (upper-class) tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan lapisan menengah (middle class) dan lapisan bawah (lower class). (Soekanto, 1992:281)   


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Setelah membahas dan memahami uraian di atas, dapat dibuat sebuah kesimpulan sebagai berikut:[10][10]
Selama dalam satu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem lapisan dalam masyarakat. Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan istilah socil stratification yang merupakan perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hirarkis).
Sistem lapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya (dalam proses pertubuhan masyarakat itu) tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sifat Sistem lapisan dalam masyarakat dapat tertutup dan dapat pula terbuka. Yang bersifat tertutup tidak memungkinkan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik gerak pindahnya itu ke atas atau kebawah. Sebaliknya di dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri naik lapisan, atau bagi mereka yang tidak beruntung untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya.
B.     Saran
Masyarakat diharapkan tidak bersifat tertutup, namun lebih bersifat terbuka dalam melakukan gerak sosial agar tercipta kehidupan sosial yang selaras tanpa adanya diskriminasi.




DAFTAR PUSTAKA

1.      Suhada, Idad Drs., Ilmu Sosial Dasar, Bandung: CV. Insan Mandiri, 2011
2.      Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persaja, Jakarta, 1990
3.      Abdulsyani, Sosiologi Skematika, teori dan Terapan, PT. Bumi Aksara, 1992
4.      Aripin, Noor., ISD, Bandung:Pustaka Setia, 2009
5.      Nur Hidayati dan Mawardi. IAD ISD IBD. Bandung:Cv. Pustaka Setia, 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flickr Gallery