BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Psikolinguistik
adalah ilmu hibrida yakni ilmu yang merupakan gabungan antara dua ilmu:
psikologi dan linguistik. Benih ilmu ini sebenarnya sudah tampak pada permulaan
abad ke 20 tatkala psikolog Jerman Wilhelm Wundt menyatakan bahwa bahasa dapat
dijelaskan dengan dasar-dasar prinsip psikologis (Kess, 1992). Pada waktu itu
bahasa mulai mengalami perubahan dari sifatnya yang estetik dan kultural ke
suatu pendekatan yang “ilmiah”. Sementara itu, di benua Amerika kaitan antara
bahasa dengan ilmu jiwa juga mulai tumbuh. Perkembangan ini dapat dibagi
menjadi empat tahap (Kess, 1992): (1) tahap formatif, (2) tahap linguistik, (3)
tahap kognitif, dan (4) tahap teori psikolinguistik, realita psikologis, dan
ilmu kognitif.
dikemukakan oleh Benjamin Lee Whorf (1956)
dan universal bahasa seperti dalam karya Greenberg (1963) merupakan karya-karya
pertama dalam bidang psikolinguistik.
Perkembangan ilmu linguistik, yang semula
berorientasi pada aliran behaviorisme dan kemudian beralih ke mentalisme
(nativisme) pada tahun 1957 dengan diterbitkannya buku chomsky, sytactic
structures, dan kritik tajam dari Chomsky terhadap teori behavioristik B>F
Skinner (Chmsky 1959) telah membuat psikolinguistik sebagai ilmu yang banyak
diminati orang. Hal ini makin berkembang karena pandangan Chimsky tentang
universal bahasa makin mengarah pada pemerolehan bahasa.
Bilinguistik,
yang merupakan ilmu hibrida antara biologi dan linguistik, bergerak lebih luas
karena ilmu ini merujuk pada pengetahuan kebahasaan manusia yakni pengetahuan
seperti apa yang dimiliki manusia sehingga dia dapat berbahasa, dari mana
datangnya pengetahuan itu sudah ada sejak manusia dilahirkan atau diperoleh
dari lingkungan setelah manusia dilahirkan, pengetahuan yang kita miliki
parameter apa yang kita pakai untuk mengolah dan mencerna input yang masuk pada
kita, peran otak manusia yang membedakannya dengan otak binatang, dan dan
pemerolehan bahasa adalah unik untuk manusia (species specific) hanya
manusialah yang dapat berbahasa.
1.1 Tujuan
Dalam
makalah ini penulis mengindetifikasi tentang dasar-dasar psikolinguistik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar dasar Psikolinguistik
Secara etimologis, istilah Psikolinguistik
berasal dari dua kata, yakni Psikologi dan Linguistik. Seperti kita ketahui
kedua kata tersebut masing-masing merujuk pada nama sebuah disiplin ilmu.
Secara umum, Psikologi sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat stimulus, hakikat respon, dan
hakikat proses‑proses pikiran sebelum stimulus atau respon itu terjadi. Pakar
psikologi sekarang ini cenderung menganggap psikologi sebagai ilmu yang
mengkaji proses berpikir manusia dan segala manifestasinya yang mengatur
perilaku manusia itu. Tujuan mengkaji proses berpikir itu ialah untuk memahami,
menjelaskan, dan meramalkan perilaku manusia.
Linguistik secara umum dan luas
merupakan satu ilmu yang mengkaji bahasa (Bloomfield, 1928:1). Bahasa dalam
konteks linguistik dipandang sebagai sebuah sistem bunyi yang arbriter,
konvensional, dan dipergunakan oleh manusia sebagai sarana komunikasi. Hal ini
berarti bahwa linguistik secara umum tidak mengaitkan bahasa dengan fenomena
lain. Bahasa dipandang sebagai bahasa yang memiliki struktur yang khas dan
unik. Munculnya ilmu yang bernama psikolinguistik tidak luput dari perkembangan
kajian linguistic
Pada mulanya istilah yang digunakan
untuk psikolinguistik adalah linguistic psychology (psikologi
linguistik) dan ada pula yang menyebutnya sebagai psychology of language (psikologi
bahasa). Kemudian sebagai hasil kerja sama yang lebih terarah dan sistematis,
lahirlah satu ilmu baru yang kemudian disebut sebagai psikolinguistik (psycholinguistic).
Psikolinguistik
merupakan ilmu yang menguraikan proses‑proses psikologis yang terjadi apabila
seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu
berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia
(Simanjuntak, 1987: 1). Aitchison (1984), membatasi psikolinguistik sebagai
studi tentang bahasa dan pikiran. Psikolinguistik merupakan bidang studi yang
menghubungkan psikologi dengan linguistik. Tujuan utama seorang psikolinguis
ialah menemukan struktur dan proses yang melandasi kemampuan manusia untuk
berbicara dan memahami bahasa. Psikolinguis tidak tertarik pada interaksi
bahasa di antara para penutur bahasa. Yang mereka kerjakan terutama ialah
menggali apa yang terjadi ketika individu yang berbahasa
2.2 CABANG-CABANG PSIKOLINGUISTIK
Setelah kerja sama antara psikologi dan
linguistik itu berlangsung beberapa waktu, terasa pula bahwa kedua disiplin itu
tidaklah memadai lagi untuk melaksanakan tugas yang sangat berat untuk
menjelaskan hakikat bahasa yang dicerminkan dari definisi‑definisi di atas.
Bantuan dari ilmu‑ilmu lain diperlukan, termasuk bantuan ilmu‑ilmu
antardisiplin yang telah ada lebih dulu seperti neurofisiologi, neuropsikologi,
dan lain‑lain. Walaupun sekarang kita tetap menggunakan istilah psikolinguistik,
hal itu tidaklah lagi bermakna bahwa hanya kedua disiplin psikologi dan
linguistik saja yang diterapkan. Penemuan-penemuan antardisiplin lain pun telah
dimanfaatkan juga. Bantuan yang dimaksudkan telah lama ada dan akan terus
bertambah karena selain linguistik dan psikologi, banyak lagi disiplin lain
yang juga mengkaji bahasa dengan cara dan teori tersendiri, misalnya,
antropologi, sosiologi, falsafah, pendidikan, komunikasi, dan lain‑lain.
]
Disiplin
psikolinguistik telah berkembang begitu pesat sehingga melahirkan beberapa
subdisiplin baru untuk memusatkan perhatian pada bidang‑bidang khusus tertentu
yang memerlukan penelitian yang saksama. Subdisiplin psikolinguistik tampak
seperti pada skema berikut ini.
·
Psikolinguistik Teoretis;
·
Psikolinguistik Perkembangan;
·
Psikolinguistik Sosial;
·
Psikolinguistik Pendidikan;
·
Neuropsikolinguistik;
·
Psikolinguistik
Eksperimenta;
·
Psikolinguistik
Terapan;
1.
Psikolinguistik Teoretis (Theorethycal
Psycholinguistic)
Psikolinguistik teoretis mengkaji
tentang hal‑hal yang berkaitan dengan teori bahasa, misalnya tentang hakikat
bahasa, ciri bahasa manusia, teori kompetensi dan performansi (Chomsky) atau
teori langue dan parole (Saussure), dan sebagainya
2.
Psikolinguistik Perkembangan (Development
Psycholinguistic)
Psikolinguistik
perkembangan berbicara tentang pemerolehan bahasa, misalnya berbicara tentang
teori pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama maupun bahasa kedua,
peranti pemerolehan bahasa (language acquisition device), periode kritis
pernerolehan bahasa, dan sebagainya.
3. Psikolinguistik Sosial (Social
Psycholinguistic)
Psikolinguistik
sosial sering juga disebut sebagai psikososiolinguistik berbicara tentang aspek‑aspek
sosial bahasa, misalnya, sikap bahasa, akulturasi budaya, kejut budaya, jarak
sosial, periode kritis budaya, pajanan bahasa, pendidikan, lama pendidikan, dan
sebagainya.
3.
Psikolinguistik Pendidikan
(Educational
Psycholinguistic)
Psikolinguistik
pendidikan berbicara tentang aspek‑aspek pendidikan secara umum di sekolah, terutama
mengenai peranan bahasa dalam pengajaran bahasa pada umumnya, khususnya dalam
pengajaran membaca, kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpidato, dan
pengetahuan mengenai peningkatan berbahasa dalam memperbaiki proses penyampaian
buah pikiran.
4.
Neuropsikolinguistik
(Neuropsycholinguistics)
Neuropsikolinguistik berbicara tentang
hubungan bahasa dengan otak manusia. Misalnya, otak sebelah manakah yang
berkaitan dengan kemampuan berbahasa? Saraf‑saraf apa yang rusak apabila
seserorang terkena afasia broca dan saraf manakah yang rusak apabila
terkena afasia wernicke? Apakah bahasa itu memang dilateralisasikan?
Kapan terjadi lateralisasi? Apakah periode kritis itu memang berkaitan dengan
kelenturan saraf‑saraf otak?
4.3
PERKEMBANGAN DAN TOKOH-TOKOH PSIKOLINGUISTIK
Sejak zaman Panini dan Socrates
(Simanjuntak, 1987) kajian bahasa dan berbahasa banyak dilakukan oleh sarjana
yang berminat dalam bidang ini. Pada masa lampau ada dua aliran yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan psikologi dan linguistik. Aliran yang pertama
adalah aliran empirisme (filsafat postivistik) yang erat berhubungan dengan
psikologi asosiasi. Aliran empirisme cenderung mengkaji bagian‑bagian yang
membentuk suatu benda sampai ke bagian‑bagiannya yang paling kecil dan mendasarkan
kajiannya pada faktor‑faktor luar yang langsung dapat diamati. Aliran ini
sering disebut sebagai kajian yang bersifat atomistik dan sering dikaitkan
dengan asosianisme dan positivism
Aliran yang kedua adalah rasionalisme
(filsafat kognitivisme) yang cenderung mengkaji prinsip‑prinsip akal yang
bersifat batin dan faktor bakat atau pembawaan yang bertanggung jawab mengatur
perilaku manusia. Aliran ini mengkaji akal sebagai satu kesatuan yang utuh dan
menganggap batin atau akal ini sebagai faktor yang penting untuk diteliti guna
memahami perilaku manusia. Oleh sebab itu, aliran ini dianggap bersifat
holistik dan dikaitkan dengan nativisme, idealisme, dan mentalisme.
Pada awal abad 20, Ferdinand de Saussure
(1964) seorang ahli linguistik bangsa Swis telah berusaha menjelaskan apa
sebenarnya bahasa itu dan bagaimana keadaan bahasa itu di dalam otak
(psikologi). Dia memperkenalkan konsep penting yang disebutnya sebagai langue
(bahasa), parole (bertutur) dan langage (ucapan). De Saussure
menegaskan bahwa objek kajian linguistik adalah langue, sedangkan parole
adalah objek kajian psikologi. Hal itu berarti bahwa apabila kita ingin
mengkaji bahasa secara tuntas dan cermat, selayaknya kita menggabungkan kedua
disiplin ilmu itu karena pada dasarnya segala sesuatu yang ada pada bahasa itu
bersifat psikologis
4.4
SUMBANGAN
PSIKOLINGUISTIK PADA PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN BAHASA
Istilah metode (method) dalam
pembelajaran bahasa berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan
materi pelajaran secara teratur. Tidak ada satu bagian pun dari perencanaan
pengajaran itu yang bersifat kontradiktif. Metode bersifat prosedural, dalam
arti bahwa penerapan sebuah metode mesti dilakukan melalui langkah‑langkah yang
teratur dan bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pembelajaran,
penyajian materi dalam pembelajaran, dan penilaian proses pembelajaran
Sebagai sebuah perencanaan yang
prosedural, metode merupakan konkretisasi dari pendekatan yang lebih bersifat
aksiomatis. iika pendekatan berisi teori hakikat bahasa dan teori hakikat
belajar bahasa yang diyakini oleh para pengembang pendekatan tersebut, metode
berisi hal‑hal yang sifatnya lebih operasional berikut (Syafilie, 1994: 19)
1.
Tujuan
umum dan tujuan khusus pembelajaran.
2.
Model
silabus yang dalam hal ini berisi pedoman seleksi dan gradasi materi.
3.
Tipe‑tipe
kegiatan pembelajaran yang berisi macam‑macam tugas kegiatan latihan serta
materi yang digunakan.
4.
Peranan
pembelajar yang berisi (a) tipe‑tipe tugas yang disusun untuk siswa, (b)
kualifikasi penguasaan bahasa siswa, (c) aturan pengelonpokan siswa yang
direkomendasikan, (d) pengaruh pembelajaran bahasa dengan metode tersebut
kepada proses pembelajaran yang lain, serta (e) pandangan pembelajar sebagai
pemroses, penampil, inisiator, serta penganalisis problem.
5.
Peranan
guru yang berisi (a) fungsi‑fungsi guru, (b) kualifikasi pengaruh guru terhadap
proses belajar, (c) tingkatan peranan guru dalam menentukan materi, dan (d)
tipe‑tipe interaksi antara pengajar dan pembelajar.
6.
Peranan
materi pembelajaran yang meliputi (a) sejauh mana fungsi utama materi, (b)
wujud bentuk materi, (C) hubungan materi dengan masukan yang lain (misalnya
pajanan) , serta (d) asumsi‑asumsi yang disusun tentang pembelajar dan
pengajar.
Terdapat
tiga pandangan teoretis tentang bahasa dan penguasaan bahasa yang mendasari
pengembangan metode pengajaran bahasa. (1) Teori Struktural yang memandang
bahasa sebagai sistem yang memiliki unit gramatika: frasa, klausa, kalimat;
unit pembentukan gramatika: pengimbuhan, pengulangan, dan penggabungan; serta
unit kosakata yang meliputi nosi dan fungsinya. (2) Teori Fungsional yang
memandang bahasa dari segi fungsinya: informasional, intelektual, emosional,
moral, persuasi, dan sosial. (3) Pandangan interaksional memandang bahasa
sebagai alat untuk merealisasikan hubungan interpersonal serta sebagai
performansi transaksi sosial antarindividu dalam masyarakat. Tiap-tiap
pandangan teoretis memiliki implikasi yang berbeda pada pengembangan metode
pembelajaran bahasa. Misalnya, teori Struktural menghasilkan metode Tata Bahasa
Terjemahan, Audiolingual, serta Respons Fisik Total
4.5
MANFAAT PSIKOLINGUISTIK DALAM PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN BERBAHASA
Studi
Psikoinguistik telah berhasil mencerahkan hubungan bahasa dengan proses mental
pada saat proses resepsi dan produksi bahasa terjadi. Proses resepsi meliputi
aktivitas menyimak dan membaca; sedangkan proses produksi meliputi aktivitas
berbicara dan menulis. Keempat aktivitas tersebut sering disebut empat
keterampilan berbahasa. Manfaat berbagai temuan studi Psikolinguistik terhadap
pembelajaran keempat aktivitas tersebut dikemukakan pada kegiatan belajar ini.
Uraian ini didasarkan pada pendapat Sumadi (1995) . Secara praktis, manfaat itu
dikaitkan dengan kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia tahun 1994
a) Teori Pemahaman
Ada dua
pendekatan dalam pemahaman (comprehension) yaitu pendekatan sintaktik
dan pendekatan semantik. Melalui pendekatan sintaktik, pemahaman tersebut
dilakukan dengan pertama‑tama mendasarkan diri pada struktur kalimat. Pemahaman
dilakukan dengan mengenali bunyi, kata, dan maujud yang terdapat dalam kalimat
untuk menangkap makna pernyataan yang terkandung dalam kalimat tersebut.
Pemahaman dengan pendekatan semantik berarti bahwa pemahaman tersebut dilakukan
dengan memberikan penafsiran makna pernyataan kalimat yang diterimanya
berdasarkan konteks, fakta, dan fungsi, baru kemudian mengidentifikasi bunyi,
kata, dan konstituen yang mendukung penafsiran tersebut
b) Teori Mendengarkan Selektif
Suatu
fenomena yang merupakan penjelajahan khusus terhadap teori persepsi ujaran
adalah cocktail party phenomenon (fenomena pesta minum) Dalam teori ini
dibayangkan seseorang yang berbicara kepada orang lain dalam situasi pesta.
yang sangat ramai, ternyata orang yang diajak bicara tersebut masih dapat
memahami kalimat‑kalimat yang digunakan mitra bicaranya. Ini terjadi karena
pendengar melakukan kegiatan mendengarkan selektif.
c) Teori Penyangkalan
Penyangkalan atau denial merupakan
bentuk pernyataan khusus. Penyangkalan seperti subposisi dengan pembatalannya
merupakan satu kesatuan. Penyangkalan membiarkan informasi lama dan menegaskan
informasi baru. Misalnya, “Ingat, kemarin ketika saya berkata kepada Anda
adalah John yang memukul Bill. Baiklah, saya salah.” Dalam kalimat yang
kedua, terdapat pernyataan bahwa Adalah John yang memukul Bill tidak benar.
Lalu apa yang ingin dibatalkan? Apakah John melakukan sesuatu, tetapi bukan
memukul Bill? Apakah John memukul seseorang, tetapi bukan Bill? Apakah sesuatu
terjadi, tetapi bukan pemukulan Bill oleh John? Dalam pernyataan itu penutur
ingin menyatakan given information bahwa X memukul Bill adalah benar dan
membatalkankan new information bahwa X adalah John
d) Teori
Ambiguitas
Pada dasarnya terdapat dua teori ambiguitas,
yaitu teori garden path dan teori many meanings (Sumadi, 1994)
1.
Teori garden path menyatakan bahwa manusia tidak
menganggap suatu kalimat sebagai ambigu karena hanya ada satu penafsiran
terhadapnya. Sedangkan teori meanings menyatakan bahwa pendengar membuat
dua atau lebih tafsiran yang berbeda untuk setiap kalimat ambigu dan segera memutuskannya
mana yang benar berdasarkan konteks. Di samping itu, ada teori no meaning yang
menyatakan bahwa pendengar mula‑mula tidak memberikan tafsiran apa‑apa terhadap
kalimat, tetapi menunggu sampai konteks menentukan sendiri tafsiran makna yang
tepat.
2. Kedua
teori tersebut, yaitu teori garden path dan teori many meanings selanjutnya
bergabung menjadi teori mixed. Teori ini menyatakan (1) ketika pendengar
menjumpai konstruksi yang ambigu, mereka memberikan penafsiran ganda
3. dengan
bantuan konteks, mereka memilih tafsiran yang paling tepat, (3) kalau
keambiguan belum juga terpecahkan, mereka memilih untuk berpedoman pada satu
tafsiran saja, dan (4) jika konteks yang lebih luas menolak tafsiran yang telah
dipilih, mereka melihat kembali struktur lahirnya dan memberikan tafsiran baru
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
psikolinguistik
adalah ilmu hibrida yakni ilmu yang
merupakan gabungan antara dua ilmu: psikologi dan linguistik. Benih ilmu ini
sebenarnya sudah tampak pada permulaan abad ke 20 tatkala psikolog Jerman
Wilhelm Wundt menyatakan bahwa bahasa dapat dijelaskan dengan dasar-dasar
prinsip psikologis (Kess, 1992). Pada waktu itu bahasa mulai mengalami
perubahan dari sifatnya yang estetik dan kultural ke suatu pendekatan yang
“ilmiah”.
Perkembangan
ilmu linguistik, yang semula berorientasi pada aliran behaviorisme dan kemudian
beralih ke mentalisme (nativisme) pada tahun 1957 dengan diterbitkannya buku
chomsky, sytactic structures, dan kritik tajam dari Chomsky terhadap teori
behavioristik B>F Skinner (Chmsky 1959) telah membuat psikolinguistik
sebagai ilmu yang banyak diminati orang. Hal ini makin berkembang karena
pandangan Chimsky tentang universal bahasa makin mengarah pada pemerolehan
bahasa.
Linguistik secara umum dan luas merupakan
satu ilmu yang mengkaji bahasa (Bloomfield, 1928:1). Bahasa dalam konteks
linguistik dipandang sebagai sebuah sistem bunyi yang arbriter, konvensional,
dan dipergunakan oleh manusia sebagai sarana komunikasi. Hal ini berarti bahwa
linguistik secara umum tidak mengaitkan bahasa dengan fenomena lain. Bahasa
dipandang sebagai bahasa yang memiliki struktur yang khas dan unik. Munculnya
ilmu yang bernama psikolinguistik tidak luput dari perkembangan kajian
linguistic
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid, Fuad. 1987. Proses Belajar Mengajar
Bahasa. Jakarta: Depdikbud.
Asher, James J. 1996. Learning Another Language
Through Actions. Sky Oaks Productions, Inc.
Asher, James J. 1994. Brainswitching – Practical
Applications of the right -left brain. Sky Oaks Productions, Inc.
Bialystok,
Ellen. 1980. “A Theoretical Model of Second Language Learning” dalam Kenneth
Croft (ed). Reading on English as a Second Language. Cambridge: Winthrop
Publishers Inc.
Brumfit, Christopher. 1994. Communicative Methodology
in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
Clarck, Herbert & Eve V. Clark. 1977. Psychology
and Language: an Introduction to Psycholinguistics. New York: Harcourt
Brace Jovanovich, Inc. Chomsky, Noam.
1957 a. Syntactic Structure. The Haque: Mouton.
Clark, H.H. dan Clark. 1977. Psychology
and Language: An Introduction to Psycholinguistics. New York: Harcourt
Brace Jovanovich.
Dulay, Heidi, Marina Burt & Stephen D.
Krashen. 1982. Language Two. Oxford: Oxford University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar