KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT
dengan rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “INDUSTRI DAN LINGKUNGAN HIDUP” Selawat beriring salam penulis kirimkan
kepada junjungan Alam Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau
sekalian.
Dalam penyelesaian
penulisan makalah ini, penulis mendapat
bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya.
Segala usaha telah
dilakukan untuk menyempurnakan makalah
ini. Namun penulis menyadari bahwa dalam makalah ini mungkin masih ditemukan kekurangan dan
kekhilafan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
dijadikan masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.
Meureudu, Mei
2014
Penulis
intan purnamasari
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengalaman
beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai
teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core
industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya
distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat
teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara
pengekpor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan
ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan
suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju. Alasan
umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi
(iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John
Naisbitt yang menyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi
dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini
didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari
satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Disamping
itu, iptek dan teknologi dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer,
menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang
dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam
kehidupannya sehari-hari.
Selain
itu, terdapat juga indikasi yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan
pencemaran lingkungan akibat banyak zat-zat buangan dan limbah industri dan
rumah tangga yang memperlihatkan ketidak-perdulian terhadap lingkungan hidup.
Akibat-akibat dari ketidak-perdulian terhadap lingkungan ini tentu saja sangat
merugikan manusia, yang dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan manusia. Oleh
karena itu, masalah pencemaran
lingkungan baik oleh karena industri maupun konsumsi manusia, memerlukan suatu
pola sikap yang dapat dijadikan sebagai modal dalam mengelola dan menyiasati
permasalahan lingkungan.
Itikad
penanganan dan pemecahan masalah lingkungan telah ditunjukkan oleh pemerintah
melalui Kantor Menteri Lingkungan Hidup yang mempersyaratkan seluruh bentuk
kegiatan industri harus memenuhi ketentuan Amdal dan menata hasil buangan
industri baik dalam bentuk padat, cair maupun gas. Disamping itu, berbagai seruan
dan ajakan telah disampaikan kepada konsumen dan rumah tangga pengguna produk
industri yang buangannya tidak dapat diperbaharui ataupun didaur ulang.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah
diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana industri terhadap lingkungan hidup ?
2.
Bagaimana upaya-upaya penyelesaiannya
industri terhadap lingkungan hidup ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep-Konsep
Untuk Memahami Masalah Lingkungan Dan Industri
Seringkali ditemukan pernyataan yang
menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang
bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk
hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal
balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi. Lingkungan
hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya.
keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lainnya.
Dari
definisi diatas tersirat bahwa makhluk hidup khususnya merupakan pihak yang
selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan
kebutuhan pangan, papan dan lain-lain.
Dan,
manusia sebagai makhluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya, memiliki daya
dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumber-sumber daya alam bagi
kebutuhan hidupnya.
Di alam terdapat
berbagai sumber daya alam yang merupakan komponen lingkungan yang sifatnya
berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas :
-
Sumber daya alam yang dapat
diperbaharui (renewable natural resources)
-
Sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui (non-renewable natural resources)
Berbagai
sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling
berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula. Sesuai dengan kepentingannya
maka sumber daya alam dapat dibagi atas; (a). fisiokimia seperti air, udara,
tanah, dan sebagainya, (2). biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan
sebagainya, dan (3). sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan,
adat-istiadat, agama, dan lain-lain.
Interaksi
dari elemen lingkungan yaitu antara yang tergolong hayati dan non-hayati akan
menentukan kelangsungan siklus ekosistem, yang didalamnya didapati proses
pergerakan energi dan hara (material) dalam suatu sistem yang menandai adanya
habitat, proses adaptasi dan evolusi.
Dalam
memanipulasi lingkungan hidupnya, maka manusia harus mampu mengenali sifat
lingkungan hidup yang ditentukan oleh macam-macam faktor. Berkaitan dengan
pernyataan ini, Soemarwoto (1991: 50-51) mengkategorikan sifat lingkungan hidup
atas dasar:
(1)
Jenis dan jumlah masing-masing jenis
unsur lingkungan hidup tersebut
(2)
Hubungan atau interaksi antara unsur
dalam lingkungan hidup tersebut
(3)
Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan
hidup
(4)
Faktor-faktor non-materiil, seperti
cahaya dan kebisingan
Manusia
berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan
hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti
jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian
ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran
lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia. Misalnya,
akibat polusi asap kendaraan atau cerobong industri, udara yang dipergunakan
untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan tercemar oleh
gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini, perlakuan manusia
terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya.
Konsep
mutu lingkungan berbeda bagi tiap orang yang mengartikan dan mempersepsikannya.
Soemarwoto (1991: 53) secara sederhana menerjemahkan bahwa mutu lingkungan
hidup diukur dari kerasannya manusia yang tinggal di lingkungan tersebut, yang
diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rezeki, iklim dan faktor alamiah lainnya
yang sesuai.
Batasan
ini terasa sempit, bila dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang
sifatnya tidak dikenali dan dirasakan, misalnya dampak radiasi baik yang
disebabkan oleh sinar ultraviolet atau limbah nuklir, yang bersifat merugikan
bagi kelangsungan hidup makhluk hidup.
B. Industri Dan Pencemaran Lingkungan
Jika
kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat
dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan
lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara
atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi
dengan sebaik-baiknya.
Memang
manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara
hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar
dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya
dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup
yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk
mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan
demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap
"survival". Hakekatnya manusia telah "survival" sejak awal
peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat
manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta
revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan
sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan
hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul
dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat
ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
1.
Dampak Industri dan Teknologi terhadap
Lingkungan
Joseph Schumpeter (dalam Marchinelli
dan Smelser,1990 :14-20) mengisyaratkan tentang pentingnya inovasi dalam proses
pembangunan ekonomi di suatu negara. Dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan
baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari
berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya
dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa
manusia "survival" yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi
memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api,
industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia.. Teknologi juga mampu
menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain
yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek "rumah
kaca".
Teknologi
yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam "revolusi hijau" mampu
meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk
yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang
sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun
insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tananam misalnya wereng dan kutu
loncat.
Teknologi
juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan
berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es
dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti
nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses
tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer
yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozone di
stratosfer.
Teknologi
memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk
memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa
negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya
merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan
beragam jenis fauna yang langka.
Terlepas
dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan
sektor industri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber
daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang
sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, Bandung Lhokseumawe,
Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut
mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan
walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat
industrinya.
Berkaitan dengan
pernyataan tersebut, Amsyari (1996:104), mencatat kerusakan lingkungan akibat
industrialisasi di beberapa kota di Indonesia, yaitu:
-
Terjadinya penurunan kualitas air
permukaan di sekitar daerah-daerah industri.
-
Konsentrasi bahan pencemar yang
berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam,
pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
-
Kelangkaan air tawar semakin terasa,
khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi
banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi
ekosistemnya yang telah rusak.
-
Temperatur udara maksimal dan minimal
sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti
Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius.
-
Terjadi peningkatan konsentrasi
pencemaran udara seperti CO, NO2r SO2, dan debu.
-
Sumber daya alam yang dimiliki bangsa
Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak bumi dan batu bara yang
diperkirakan akan habis pada tahun 2020.
-
Luas hutan Indonesia semakin sempit
akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana
kebakaran. Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin
menyempit dan mengalami pencemaran.
2.
Klasifikasi Pencemaran Lingkungan
Masalah
pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4
Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan
atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan
oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau
tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari
definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu :
sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya
adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan
merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran
dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola
pengelompokannya. Berkaitan dengan itu, Amsyari (1996: 102), mengelompokkan
pencemaran alas dasar : a) bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran
biologis, kimiawi, fisik, dan budaya; b) pengelompokan menurut medium
lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan
sosial; c) pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam
bentuk primer dan sekunder.
Namun
apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada
esensi kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan
masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya.
C. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan
Kesehatan
Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan, pada pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan kesehatan adalah keadaan yang sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Adapun derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi
oleh 4 faktor, yaitu :
-
Faktor Lingkungan
-
Faktor Perilaku
-
Faktor Pelayanan Kesehatan
-
Faktor Bawaan (Keturunan)
Dari keempat faktor tersebut, faktor
lingkungan merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya dibandingkan dengan
ketiga faktor yang lain.
Pada umumnya, bila manusia dan
lingkungannya berada dalam keadaan seimbang, maka keduanya berada dalam keadaan
sehat. Tetapi karena sesuatu sebab sehingga keseimbangan ini terganggu atau
mungkin tidak dapat tercapai, maka dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi
kesehatan.
Keseimbangan
tersebut sangat kompleks. Dari lingkungan alaminya manusia mengambil makanan
dan sumber daya lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan materinya, ke
lingkungan alami pula manusia membuang berbagai bahan buangan baik dari
badannya maupun dari proses produksinya.
Proses
pengambilan maupun pembuangan ini bila tidak terkendali, menimbulkan dampak
terhadap lingkungan yang dapat merugikan bagi kehidupan manusia itu sendiri,
antara lain gangguan kesehatan, gangguan kenyamanan, gangguan ekonomi dan
sosial. Dalam hal tersebut diatas yang perlu kita cermati adalah bahwa alam
mempunyai daya dukung dan daya tampung yang terbatas. Bila pengelolaannya tidak
seimbang maka kelestarian lingkungan juga akan terganggu.
Perilaku
manusia yang tidak sehat, akan memperburuk kondisi lingkungan dengan timbulnya
“man made breeding places” bagi kuman dan vektor penyakit maupun sumber
pencemar yang dapat memajani manusia.
Selaras
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bertambahnya jumlah penduduk
dengan mobilitas yang cepat, sangat berpengaruh terhadap kebutuhan manusia yang
tidak hanya kebutuhan dasar saja. Dari kebutuhan dasar yang berupa makanan dan
sandang sampai pada kebutuhan materi sebagai hasil proses industri, memunculkan
kecenderungan semakin meningkatnya tempat / kegiatan yang juga menghasilkan
limbah berupa bahan berbahaya dan beracun bagi kehidupan manusia maupun makhluk
hidup lainnya.
Kondisi
tersebut, bila tidak terkendali akan menimbulkan masalah kesehatan yang semakin
berat dan luas dengan semakin tingginya angka kesakitan, baik karena penyakit
infeksi maupun non infeksi sebagai akibat dari pencemaran lingkungan oleh
bahan-bahan yang tidak diinginkan.
Beberapa
tahun terakhir ini telah terjadi transisi epidemiologik, yaitu bergesernya pola
penyakit yang sebelumnya didominasi oleh penyakit infeksi, pada saat ini
penyakit non infeksi antara lain hipertensi, jantung, diabetes melitus,
gangguan fungsi ginjal, kanker, lebih menonjol dibanding tahun-tahun
sebelumnya.
D. Limbah dan Masalahnya
Karena
limbah dibuang ke lingkungan, maka masalah yang ditimbulkannya merata dan
menyebar di lingkungan yang luas. Limbah gas terbawa angin dari satu tempat ke
tempat lainnya. Limbah cair atau padat yang dibuang ke sungai, dihanyutkan dari
hulu sampai jauh ke hilir, melampaui batas-batas wilayah akhirnya bermuara di
laut atau danau, seolah-olah laut atau danau menjadi tong sampah.
Limbah
bermasalah antara lain berasal dari kegiatan pemukiman, industri, pertanian,
pertambangan dan rekreasi.
Limbah
pemukiman selain berupa limbah padat yaitu sampah rumah tangga, juga berupa
tinja dan limbah cair yang semuanya dapat mencemari lingkungan perairan. Air
yang tercemar akan menjadi sumber penyakit menular.
Limbah
industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk kategori atau
dengan sifat limbah B3.
Kegiatan
industri disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga
menghasilkan limbah sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara.
Limbah cair, yang dibuang ke perairan akan mengotori air yang dipergunakan
untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan biota air. Limbah padat akan
mencemari tanah dan sumber air tanah.
Limbah
gas yang dibuang ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa SOx,
NOx, CO, dan gas-gas lain yang tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx di udara
dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat menimbulkan kerugian karena
merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan pertanian dan hutan.
Limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah limbah dari
industri kimia. Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai
macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic)
sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Limbah
pertanian yang paling utama ialah pestisida dan pupuk. Walau pestisida
digunakan untuk membunuh hama, ternyata karena pemakaiannya yang tidak sesuai
dengan peraturan keselamatan kerja, pestisida menjadi biosida–pembunuh
kehidupan. Pestisida yang berlebihan pemakaiannya, akhirnya mengkontaminasi
sayuran dan buah-buahan yang dapat menyebabkan keracunan konsumennya.
Pupuk
sering dipakai berlebihan, sisanya bila sampai di perairan dapat merangsang
pertumbuhan gulma penyebab timbulnya eutrofikasi. Pemakaian herbisida untuk
mengatasi eutrofikasi menjadi penyebab terkontaminasinya ikan, udang dan biota
air lainnya.
Pertambangan
memerlukan proses lanjutan pengolahan hasil tambang menjadi bahan yang
diinginkan. Misalnya proses di pertambangan emas, memerlukan bahan air raksa
atau mercury akan menghasilkan limbah logam berat cair penyebab keracunan
syaraf dan merupakan bahan teratogenik.
Kegiatan
sektor pariwisata menimbulkan limbah melalui sarana transportasi, dengan limbah
gas buang di udara, tumpahan minyak dan oli di laut sebagai limbah perahu atau
kapal motor di kawasan wisata bahari.
E. Toksikologi Lingkungan
Karena limbah industri pada umumnya bersifat
sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3), maka substansi atau zat beracun di
lingkungan yang sangat menjadi perhatian ialah yang bersumber pada kegiatan
manusia yang dibuang ke lingkungan sebagai limbah.
Karena
kajian toksikologi adalah bahan beracun, maka obyek toksikologi lingkungan
ialah limbah kimia yang beracun, umumnya termasuk kelompok limbah bahan
berbahaya dan beracun (hazardous waste and toxic chemical).
Sedangkan
yang dimaksud dengan toxicology lingkungan adalah pengetahuan yang mempelajari
efek substansi toksik (beracun) yang terdapat di lingkungan alam maupun
lingkungan binaan; mempelajari dampak atau resiko keberadaan substansi tersebut
terhadap makhluk hidup.
Didalam
Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, yang dimaksud dengan B3 dapat diartikan “Semua
bahan/senyawa baik padat, cair, ataupun gas yang mempunyai potensi merusak
terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki
senyawa tersebut”.
Limbah B3 diidentifikasi sebagai bahan kimia
dengan satu atau lebih karakteristik :
-
mudah
meledak
-
mudah
terbakar
-
bersifat
reaktif
-
beracun
-
penyebab
infeksi
-
bersifat
korosif.
Toksikologi
lingkungan menjadi sangat penting, karena kenyataannya adalah bahwa yang paling
merasakan dampak suatu kegiatan adalah manusia, bagian dari makhluk hidup.
Kata
racun (toksin, toksikan) memang berhubungan dengan sistem kehidupan; sistem
biologi. Toksisitas suatu bahan kimia ditentukan dengan LD 50 atau LC 50, yaitu
dosis atau konsentrasi suatu bahan uji yang menimbulkan kematian 50 % hewan
uji.
Pada
manusia, sasaran toksikan pertama-tama adalah saluran pencernaan. Toksikan yang
masuk melalui makanan pertama kali di dalam mulut akan diabsorbsi atau
mengkontaminasi kelenjar ludah (saliva) yang kemudian dapat meracuni alat-alat
pencernaan, dan selanjutnya menyebar ke organ vital lainnya.
Limbah
B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke lingkungan akhirnya akan berdampak
pada kesehatan manusia. Dampak itu dapat langsung dari sumber ke manusia,
misalnya meminum air yang terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti
memakan ikan yang telah menggandakan (biological magnification) pencemar karena
memakan mangsa yang tercemar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
yang menjadi kesimpulan dari penelitian diatas, sebagai berikut :
1.
Pembangunan yang mengandalkan
teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi
seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia.
2.
Pencemaran lingkungan akan menyebabkan
menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk
hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.
3.
Adanya pengertian dan persepsi yang
sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia
akan dapat mengendalikan tindakan dan perilaku manusia untuk lebih mementingkan
lingkungan hidup.
4.
Kemauan untuk saling menjaga
kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan itikad yang luhur dari
dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya sebagai warga dunia.
B. Saran
Limbah industri harus ditangani dengan
baik dan serius oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri.
Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh.
Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan
dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran,
melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan
limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak
meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu
perlu dilakukan penelitian atau kajian-kajian lebih banyak lagi mengenai dampak
limbah industri yang spesifik (sesuai jenis industrinya) terhadap lingkungan
serta mencari metode atau teknologi tepat guna untuk pencegahan masalahnya.
Saran
yang dapat disampaikan untuk semua pihak agar proses industrialisasi tidak
lantas menjadi penyebab kerusakan lingkungan adalah :
1.
Sebaiknya dalam mengeksploitasi sumber
daya alam dan lingkungan yang dilakukan oleh dunia industri tidak hanya
bertujuan meningkatkan keuntungan ekonomi semata, harus pula diiringi dengan
kemauan untuk menyisihkan biaya bagi penelitian dan pemeliharaan lingkungan
hidup.
2.
Perlu dilibatkan masyarakat dalam
pengawasan pengolahan limbah buangan industri agar lebih intens dalam menjaga
mutu lingkungan hidup.
3.
Upaya untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan adalah upaya promotif, preventif, pengobatan dan
pemulihan; dengan menitik beratkan pada upaya promotif dan preventif. Filosofi
kesehatan yang menyatakan bahwa mencegah lebih mudah dan murah dari pengobatan,
sebaiknya dapat menjadi rujukan.
4.
Limbah B3 sebelum dibuang ke media
lingkungan seharusnya diolah / ditreatment lebih dulu.
5.
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai
peraturan yang berhubungan dengan masalah lingkungan hidup, antara lain yang
mengatur bahwa limbah yang dihasilkan oleh suatu kegiatan (misal : industri)
yang dibuang ke lingkungan (udara dan perairan) harus sesuai dengan baku mutu
lingkungan baik itu baku mutu untuk udara maupun baku mutu untuk air.
6.
Maksud dan tujuan peraturan tersebut
adalah sebagai upaya pencegahan agar daya dukung lingkungan dan daya tampung
lingkungan untuk kelangsungan hidup manusia dapat dipertahankan. Biaya yang
dikeluarkan dari pada untuk pengobatan atau pemulihan kesehatan lebih baik
untuk menjaga, memelihara dan melestarikan lingkungan agar manusia dapat tetap
produktif dan dapat menikmati hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Slamet
Ryadi. Kesehatan Lingkungan. Karya
Anda. Surabaya, 1984.
Shalahuddin
Djalal Tanjung. Toksikologi Lingkungan.
Pusat Studi Lingkungan Hidup. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, 2002.
Hi I really appreciate all the great slot games at sands casino content you have here. I am glad I cam across it!
BalasHapusI wanted to thank you for this great 918 kiss download read!! I definitely enjoying every little bit of it.I have you bookmarked to check out new stuff you post.
BalasHapusI guess there's always an easier way ...
Some time we never feel what we have done but 3win8 demo id for other that is big achievement
BalasHapusGood writing...keep posting mega888 hack
BalasHapusdear friend
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusInternational Classification of Diseases by the planet Health Organization (WHO).The us Department of Health and Human Services (HHS) has adopted ICD-10 as a typical code under the insurance Portability and Accountability Act (HIPAA).The work on the event of ICD-10 began decades ago, and updates International Classification of Diseases wont to occur once each decade.The discomfort regarding implementation continued even by the new date. However, finally, on October 1, 2015, ICD-10 became effective across the us.
BalasHapusMeet sonam sharma jaipur escorts a sexy independent female escort service in jaipur Real Escorts Photo who truly wins heart of their customers for best jaipur escort service call her
BalasHapus