BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap masyarakat
senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam
masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang tinggi terhadap hal-hal
tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari
hal-hal lainnya. Misalnya jika masyarakat menghargai kekayaan material daripada
kehormatan maka mereka yang memiliki kekayaan tinggi akan menempati kedudukan
yang tinggi dibandingkan pihak-pihak lainnya. Gejala tersebut akan menimbulkan
lapisan masyarakat yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu
kelompok dalam kedudukan berbeda-beda secara vertikal.
Sebagaimana filosof
Aristoteles (Soekanto, 2003:227) mengatakan bahwa zaman dahulu di dalam negara
terdapat tiga unsur yaitu mereka yang kaya sekali, yang melarat dan yang berada
di tengah-tengah. Membuktikan bahwa zaman itu dan sebelumnya orang telah
mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat
dari bawah ke atas. Barang siapa yang mempunyai sesuatu yang berharga dalam
jumlah yang banyak, dianggap masyarakat berkedudukan dalam lapisan atas. Mereka
yang hanya sedikit sekali atau tidak memiliki sesuatu berharga dalam pandangan
masyarakat mempunyai kedudukan yang rendah.
Sistem lapisan dalam
masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan sebutan stratifikasi sosial (social
stratification). Ini merupakan pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat. Kelas sosial tersebut dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas
atas (upper class), kelas menengah (middle class) dan kelas
bawah (lower class).
Adanya lapisan masyarakat
sangat berperan penting dalam aktivitas sosial individu atau kelompok dalam
suatu organisasi sosial. Tanpa lapisan sosial dalam masyarakat maka masyarakat
itu akan menarik untuk dilihat, dikenal, dan dipelajari.
Lapisan masyarakat sudah
ada sejak dulu, dimulai sejak manusia itu mengenal adanya kehidupan bersama
dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada
perbedaan seks, perbedaan antara yang pemimpin dan yang dipimpin, golongan
budak dan bukan budak, pembagian kerja bahkan pada pembedaan kekayaan. Semakin
maju dan rumit teknologi suatu masyarakat, maka semakin kompleks sistem lapisan
masyarakat.
Bentuk-bentuk kongkrit
lapisan masyarkat berbeda-beda dan sangat banyak. Namun secara prinsipil
bentuk-bentuk lapisan sosial tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
kelas yaitu ekonomi, politis, dan didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu
dalam masyarakat. Ketiga bentuk pokok tadi memiliki keterkaitan yang erat satu
sama lainnya, dimana ketiganya saling mempengaruhi.
Secara teoritis, semua
manusia dapat dianggap sederajat, namun dalam realitanya hal tersebut tidak
demikian adanya. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang
merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat. Sistem lapisan dengan sengaja
dibentuk dan disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sehingga suatu
organisasi masyarakat tidak akan pernah lepas dari terbentuknya lapisan sosial
dalam masyarakat tersebut.
B. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui dan memahami stratifikasi sosial.
2. Untuk
mengetahui dan memahami bentuk-bentuk stratifikasi sosial di masyarakat
3. Untuk
mengetahui dan memahami faktor-faktor stratifikasi sosial di masyarakat
4. Untuk
mengetahui dan memahami ukuran stratifikasi sosial di masyarakat
5. Untuk
mengetahui dan memahami unsur-unsur stratifikasi sosial di masyarakat
6. Untuk
mengetahui dan memahami dampak dari stratifikasi sosial di masyarakat
C. Rumusan
Masalah
1) Apakah
yang dimaksud dengan stratifikasi sosial?
2) Jelaskan
bentuk-bentuk stratifikasi sosial dalam kehidupan sehari-hari!
3) Apa
saja faktor-faktor pembentukan stratifikasi sosial?
4) Sebutkan
dan jelaskan ukuran stratifikasi sosial!
5) Unsur-unsur
apa saja yang ada dalam stratifikasi sosial?
6) Apa
dampak stratifikasi sosial?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi social (Social
Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum”
(tunggal)atau “strata” (jamak) yang berarti lapisan. Dalam Sosiologi,
stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat
ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Beberapa defenisi Stratifikasi Sosial
menurut para ahli : [1][1]
Sebagaimana Pitirim A.
Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat
(hierarki). Menurut Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial
sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial
tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan,
previllege, dan prestise. Sedangkan Cuber mendefinisikan
stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di atas
kategori dari hak-hak yang berbeda. Sementara Drs.Robert. M.Z. Lawang mendefinisikan
sosial stratification adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam
suatu system social tertentu ke dalam lapisan-lapisan hierarkis menurut dimensi
kekuasaan, privilese, dan prestise .
Begitu
pula dengan Seorang filsuf bangsa
Yunani yaitu Aristoteles mengatakan, bahwa di dalam tiap-tiap negara
terdapat 3 unsur lapisan masyarakat, yaitu mereka yang kaya sekali,mereka yang
berada ditengah-tengahnya dan mereka yang melarat. Ucapan Aristoteles
ini membuktikan bahwa terjadinya lapisan-lapisan dalam masyarakat sudah
sejak saat itu bahkan diduga bahwa zaman sebelumnya telah diakui adanya
tingkatan atau lapisan-lapisan di dalam masyarakat.
B. Bentuk-Bentuk
Stratifikasi Sosial
Terbentuknya stratifikasi
sosial dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu yang dihargai dan
dianggap bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang dihargai selalu berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Keadaan ini menjadikan
bentuk-bentuk stratifikasi sosial semakin beragam. Selain itu, semakin
kompleksnya kehidupan masyarakat semakin kompleks pula
bentuk-bentuk stratifikasi yang ada. Secara garis besar bentuk-bentuk
stratifikasisosial sebagai berikut.
a) Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Dalam stratifikasi ini
dikenal dengan sebutan kelas sosial. Kelas sosial dalam ekonomi didasarkan
pada jumlah pemilikan kekayaan atau penghasilan. Secaraumum klasifikasi
kelas sosial terdiri atas tiga kelompok sebagai berikut.
1) Kelas
sosial atas, yaitu kelompok orang memiliki kekayaan banyak, yang dapat
memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan secara berlebihan.Golongan kelas
ini dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan, bentuk rumah, gaya hidup
yang dijalankan, dan lain-lain.
2) Kelas
sosial menengah, yaitu kelompok orang berkecukupan yang sudah dapat
memenuhi kebutuhan pokok (primer), misalnya sandang, pangan, dan papan.
Keadaan golongan kelas ini secara umum tidak akan sama dengan keadaan
kelas atas.
3) Kelas
sosial bawah, yaitu kelompok orang miskin yang masih belum dapat memenuhi
kebutuhan primer. Golongan kelas bawah biasanya terdiri atas pengangguran,
buruh kecil, dan buruh tani.
b) Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Stratifikasi sosial
berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan anggota masyarakat ke dalam
kelompok tingkatan sosial berdasarkan status sosialnya. Oleh karena itu,
anggota masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang
terhormat menempati kelompok lapisan tertinggi. Sebaliknya,
anggotamasyarakat yang tidak memiliki kedudukan sosial akan menempati pada
lapisan lebih rendah. Contoh: seorang tokoh agama atau tokoh masyarakat
akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan sosial.
c) Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Apabila kita berbicara
mengenai politik, maka pembicaraan kita berhubungan erat dengan sistem
pemerintahan. Dalam stratifikasi sosial, media politik dapat dijadikan
salah satu kriteria penggolongan. Orang-orang yang menduduki jabatan di
dunia politik atau pemerintahan akan menempati strata tinggi. Mereka
dihormati, disegani, bahkan disanjung-sanjung oleh warga masyarakat.
Orang-orang yang menduduki jabatan di pemerintahan dianggap memiliki kelas yang
lebih tinggi dibandingkan warga biasa. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria
politik menjadikan masyarakat terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok
lapisan atas yaitu elite kekuasaan disebut juga kelompok dominan (menguasai)
sedangkan kelompok lapisan bawah, yaitu orang atau kelompok masyarakat yang
dikuasai disebut massa atau kelompok terdominasi (terkuasai).
d) Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang
dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan dalam
masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap lebih tinggi statusnya
daripada bekerja kasar, walaupun mereka mempunyai gaji yang sama. Adapun penggolongan
masyarakat didasarkan pada mata pencaharian atau pekerjaan sebagai
berikut.
1. Elite
yaitu orang kaya dan orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang
dinilai tinggi oleh masyarakat.
2. Profesional
yaitu orang yang berijazah dan bergelar kesarjanaan serta orang dari dunia
perdagangan yang berhasil.
3. Semiprofesional
mereka adalah para pegawai kantor, pedagang, teknisi berpendidikan
menengah, mereka yang tidak berhasil mencapai gelar, para pedagang buku,
dan sebagainya.
4. Tenaga
terampil mereka adalah orang-orang yang mempunyaiketerampilan teknik mekanik
seperti pemotong rambut, pekerja pabrik, sekretaris, dan stenografer.
5. Tenaga
tidak terdidik, misalnya pembantu rumah tangga dan tukang kebun.
e) Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Pendidikan
Antara kelas sosial dan
pendidikan saling memengaruhi. Hal ini dikarenakan untuk mencapai
pendidikan tinggi diperlukan uang yang cukup banyak. Selain itu,
diperlukan juga motivasi, kecerdasan, dan ketekunan. Oleh karena itu,
tinggi dan rendahnya pendidikan akan berpengaruh pada jenjang kelas
sosial.
f) Stratifikasi
Sosial Berdasarkan Kriteria Budaya Suku Bangsa
Pada dasarnya setiap suku
bangsa memiliki stratifikasi sosial yang berbeda-beda. Misalnya pada suku
Jawa. Di Jawa terdapat stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan tanah
sebagai berikut.
1. Golongan
wong baku (cikal bakal), yaitu orang-orang keturunan para pendiri desa.
Mereka mempunyai hak pakai atas tanah pertanian danberkewajiban memikul beban
anak keturunan para cikal bakal tersebut. Kewajiban seperti itu disebut
dengan gogol atau sikep.
2. Golongan
kuli gandok (lindung), yaitu orang-orang yang mempunyai rumah sendiri, tetapi
tidak mempunyai hak pakai atas tanah desa.
3. Golongan
mondok emplok, yaitu orang-orang yang mempunyai rumah sendiri pada tanah
pekarangan orang lain.
4. Golongan
rangkepan, yaitu orang-orang yang sudah berumah tangga, tetapi belum
mempunyai rumah dan pekarangan sendiri.
5. Golongan
sinoman, yaitu orang-orang muda yang belum menikah dan masih tinggal
bersama-sama dengan orang tuanya.
Selain itu, stratifikasi
sosial pada masyarakat Jawa didasarkan pula atas pekerjaan atau keturunan,
yaitu golongan priayi dan golongan wong cilik. Golongan priayi adalah
orang-orang keturunan bangsawan dan para pegawai pemerintah serta kaum
cendekiawan yang menempati lapisan atas. Sedangkan golongan
wong cilik antara lain para petani, tukang, pedagang kecil, dan buruh
yang menempati lapisan kelas bawah. Pada tahun 1960-an, Clifford Geertz
seorang pakarantropolog Amerika membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok,
yaitu santri, abangan, dan priayi. Menurutnya, kaum santri adalah penganut
agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam
secara nominal atau menganut Kejawen, sedangkan kaum priayi adalah
kaum bangsawan.
C. Faktor-Faktor
Pembentuk Stratifikasi Sosial
Adanya sistem lapisan
masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat
itu. Tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan
bersama. Yang biasa menjadi alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi
dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian
keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat dan mungkin juga harta dalam
batas-batas tertentu. Alasan-alasan yang dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat.
Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan utama adalah kepandaian
berburu. Sedangkan pada masyarakat yang telah menetap dan bercocok tanam, maka
kerabat pembuka tanah (yang dianggap asli) dianggap sebagai orang-orang yang
menduduki lapisan tinggi.
Ada beberapa macam
terbentuknya stratifikasi sosial, yaitu:
a) Stratifikasi
sosial berdasarkan usia (age stratification), yaitu dalam sistem ini anggota
masyarakat yang berusia lebih muda mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda
dengan anggota masyarakat yang lebih tua. Seperti anak sulung memperoleh
prioritas dalam pewarisan harta atau kekuasaan.
b) Stratifikasi
sosial berdasarkan jenis kelamin (sex stratification), yaitu suatu pandangan
bahwa jenis kelamin tertentu lebih utama dibanding yang lainnya, seperti
laki-laki lebih tinggi dibandingkan wanita.
c) Ada
stratifikasi berdasarkan hubungan kekerabatan, dimana terjadi perbedaan hak dan
kewajiban antara anak, ayah, kakek, dan sebagainya.
d) Ada
pula stratifikasi berdasarkan keagamaan, etnik, dan ras, pekerjaan, ekonomi,
pendidikan, dimana lapisan masyarakat terjadi perbedaan karena faktor-faktor
tersebut. (Sunanto, 2000:85)
Sifat sistem lapisan sosial
di dalam masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social
stratification), terbuka (open social stratification), dan
sistem lapisan sosial campuran. Stratifikasi sosial tertutup (closed social
stratification) ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata
sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat
terbatas pada mobilitas horizontal saja. Contoh: sistem kasta, kaum Sudra tidak
bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana, rasialis, kulit hitam (negro) yang
dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih,
feodal, kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan atau majikan.
Stratifikasi sosial terbuka (opened social stratification) ini bersifat
dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas
melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Contoh: seorang
miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya, seorang yang
tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan
usaha. Sedangkan stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi
tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai
kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh,
ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan
kelompok masyarakat di Jakarta.
D. Ukuran
Stratifikasi Sosial
Ukuran atau kriteria yang
biasa dipakai untuk lapisan masyarakat terbagi kepada beberapa kriteria yaitu:
a) Ukuran
kekayaan. Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk ke dalam
lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah
yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta
bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal
dan seterusnya.
b) Ukuran
kekuasaan. Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar, menempati lapisan atasan.
c) Ukuran
kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran
kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat
tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada
masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau
mereka yang pernah berjasa.
d) Ukuran
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang
menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif. Karena ternyata bahwa bukan
mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaan. Sudah
tentu hal yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau
tidak halal. (Soekanto, 1992:262)
E. Unsur-unsur dalam Stratifikasi Sosial
Hal
yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan (role)[2][2].
Kedudukan dan peranan merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan
mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial. Yang diartikan sebagai sistem
sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal-balik antara individu dalam masyarakat dan antara
individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu- individu tersebut[3][3]. Dalam hubungan-hubungan
timbal-balik tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai peranan yang
penting oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran yang agak mendalam, kedua
hal tersebut akan dibicarakan tersendiri dibawah ini.
1. Kedudukan (Status)
Kedudukan
Kadang-kadang dibedakan pengertiannya dengan kedudukan sosial (social
status)[4][4].
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok
sosial. Kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang secara umum dalam
masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestasinya dan hak-hak serta kewajiban-kewaibannya. Untuk lebih
mudah mendapatkan pengertian,
kedua istilah tersebut di atas akan dipergunakan dalam arti yang sama dan
digambarkan dengan istilah kedudukan saja.
Secara
abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu.[5][5]Dengan
demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa kedudukan, oleh karena
seseorang biasanya ikut serta dalam
berbagai pola kehidupan. Pengertian tersebut menunjukan tempatnya sehubungan
dengan kerangka masyarakat secara menyeluruh. Seperti Kedudukan Tuan A sebagai
warga masyarakat, merupakan kombinasi dari segenap kedudukannya sebagaiguru, kepala sekolah, ketua rukun
tetangga dst.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam Kedudukan
yaitu :
a) Ascribed-Status, yaitu kedudukan
seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan
kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan
anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula.
b) Achieved-Status adalah
kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi tetapi bersifat
terbuka bagi siapa saja tergantung kemampuan masing-masing dalam mengejar
serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim asalkan mempunyai persyaratan tertentu. Terserahlah kepada yang bersangkutan
apakah dia mampu menjalani persyaratan-persyaratan tersebut. Apabila tidak, tak
mungkin kedudukan sebagai hakim tersebut akan diperolehnya.
Dan kadang-kadang dibedakan
lagi satu macam kedudukan, yaitu Assigned-status,[6][6] yang merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned-status sering
mempunyai sering mempunyai hubungan yang erat dengan Achieved-Status. Artinya
suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi
kepada orang yang lebih berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi kadang-kadang
kedudukan tersebut diberikan, karena seseorang telah lama menduduki suatu
kepangkatan tertentu. Misalnya seorang pegawai negeri seharusnya naik pangkat
secara reguler, setelah menduduki kepangkatannya yang lama, selama jangka waktu
tertentu.
2. Peranan (Role)
Peranan
(role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu
peranan. Perbedaan antara kedudukan
dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu dan pengetahuan. Keduanya
tak dapat dipisahkan, karena
yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan
tanpa peranan. Sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan juga mempunyai dua
arti.[7][7] Setiap
orang mempunyai macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya.
Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi
masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat
kepadanya.
Pentingnya
peranan adalah karena ia
mengatur perilaku seseorang. Orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan
perilaku sendiri dan perilaku orang-orang sekelompoknya.[8][8] Hubungan-hubungan
sosial yang ada masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-peranan individu
dalam masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Misalnya, norma
kesopanan menghendaki agar seorang lelaki berjalan bersama seorang wanita.
Peranan
yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan
kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat
(yaitu social position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih
banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang
menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.
Peranan mencakup tiga hal, yaitu :[9][9]
a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan
posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan.
b) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat
dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaaku individu
yang penting bagi struktur sosioal masyarakat.
Perlu
pula disinggung perihal fasilitas
bagi peranan indivudu (role-facilities). Masyarakat biasanya memberikan
fasilitas-fasilitas pada individu untuk dapat menjalankan peranan.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagaian masyarakat yang banyak
menyediakan peluang-peluang untuk pelaksanaan peranan. Kadang-kadang perubahan struktur suatu
golongan kemasyarakatan menyebabkan fasilitas bertambah. Misalnya, perubahan
organisasi suatu sekolah yang memerlukan penambahan guru, pegawai administrasi,
dan seterusnya. Akan tetapi sebaliknya, juga dapat mengurangi peluang-peluang,
apabila terpaksa diadakan rasionalisasi sebagai akibat perubahan struktur dan
organisasi.
F. Dampak
Stratifikasi Sosial
Pada dasarnya manusia itu
adalah sama kedudukan dan derajatnya tetapi pada realitasnya lapisan-lapisan
masyarakat adalah sesuatu yang benar-benar ada dan nyata. Perbedaan
stratifikasi sosial memberikan dampak dalam cara menyapa, bahasa dan gaya
bicara. Seperti gaya bicara orang kaya kepada orang miskin, atau orang berkuasa
kepada orang bawahan akan berbeda cara berbicaranya. Begitu pula penyebutan gelar,
pangkat atau jabatan memberikan petunjuk mengenai status seseorang dalam
masyarakat. Kemudian cara berpakaian merupakan salah satu dampak lain dari
stratifikasi sosial.
Akan tetapi selain
menimbulkan dampak tertentu, ternyata stratifikasi sosial juga diperlukan dalam
suatu lingkungan masyarakat. Melalui stratifikasi sosial setiap masyarakat
harus menempatkan individu-individu pada tempat-tempat tertentu dalam struktur
sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai
akibat penempatan tersebut. Dengan demikian masyarakat menghadapi dua
persoalan, pertama menempatkan individu-individu tersebut dan kedua mendorong
agar mereka melaksanakan kewajibannya.
Apabila semua kewajiban
selalu sesuai dengan keinginan si individu, dan sesuai pula dengan
kemampuan-kemampuannya dan seterusnya, maka persoalannya tak akan terlalu sulit
untuk dilaksanakan. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Kedudukan dan
peranan tertentu sering memerlukan kemampuan-kemampuan dan latihan-latihan
tertentu. Pentingnya kedudukan dan peranan tersebut juga tidak selalu sama.
Maka tak akan dapat dihindarkan bahwa masyarakat harus menyediakan beberapa
macam sistem pembalasan jasa sebagai pendorong agar individu mau melaksanakan
kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan posisinya dalam masyarakat. Balas
jasa dapat berupa insentif di bidang ekonomis, estetis, atau mungkin juga
secara perlambang. Yang paling penting adalah bahwa individu-individu tersebut
mendapat hak-hak, yang merupakan himpunan kewenangan-kewenangan untuk melakukan
tindakan-tindakan atau untuk tidak berbuat sesuatu. Sering pula dijumpai
hak-hak yang secara tidak langsung berhubungan dengan kedudukan dan peranan
seseorang. Akan tetapi hak-hak tersebut sedikit banyaknya merupakan pendorong
bagi si individu. Hak-hak tersebut di lain pihak juga mendorong
individu-individu untuk memperoleh kedudukan dan peranan tertentu dalam
masyarakat.
Dengan demikian maka mau
tidak mau ada sistem lapisan masyarakat, karena gejala tersebut sekaligus
memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat: yaitu penempatan individu dalam
tempat-tempat yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya
agar melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta perannya.
Pengisian tempat-tempat tersebut merupakan daya pendorong agar masyarakat
bergerak sesuai dengan fungsinya. Akan tetapi wujudnya dalam setiap masyarakat
juga berlainan. Karena tergantung pada bentuk dan kebutuhan masing-masing
masyarakat. Jelas bahwa kedudukan dan peranan yang dianggap tertinggi oleh
setiap masyarakat adalah kedudukan dan peranan yang dianggap terpenting serta
memerlukan kemampuan dan latihan-latihan maksimal. Tak banyak individu yang
dapat memenuhi persyaratan demikian, bahkan mungkin hanya segolongan kecil
dalam masyarakat. Maka oleh sebab itu pada umumnya warga lapisan atas
(upper-class) tidak terlalu banyak apabila dibandingkan dengan lapisan menengah
(middle class) dan lapisan bawah (lower class). (Soekanto,
1992:281)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membahas dan
memahami uraian di atas, dapat dibuat sebuah kesimpulan sebagai berikut:[10][10]
Selama dalam satu
masyarakat ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu
itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem lapisan dalam
masyarakat. Sistem lapisan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan
istilah socil stratification yang merupakan perbedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hirarkis).
Sistem lapisan dalam
masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya (dalam proses pertubuhan masyarakat
itu) tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan
bersama. Sifat Sistem lapisan dalam masyarakat dapat tertutup dan dapat pula
terbuka. Yang bersifat tertutup tidak memungkinkan pindahnya seseorang
dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik gerak pindahnya itu ke atas atau
kebawah. Sebaliknya di dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai
kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri naik lapisan, atau bagi
mereka yang tidak beruntung untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan
di bawahnya.
B. Saran
Masyarakat diharapkan tidak
bersifat tertutup, namun lebih bersifat terbuka dalam melakukan gerak sosial
agar tercipta kehidupan sosial yang selaras tanpa adanya diskriminasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhada,
Idad Drs., Ilmu Sosial Dasar, Bandung: CV. Insan Mandiri, 2011
2. Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu
Pengantar, PT. Raja Grafindo Persaja, Jakarta, 1990
3. Abdulsyani, Sosiologi Skematika, teori dan
Terapan, PT. Bumi Aksara, 1992
4. Aripin,
Noor., ISD, Bandung:Pustaka Setia, 2009
5. Nur
Hidayati dan Mawardi. IAD ISD IBD. Bandung:Cv. Pustaka Setia, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar