MAKALAH PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................
DAFTAR
ISI..........................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN....................................................................
1.1
Latar Belakang.....................................................................
1.2
Tujuan ..................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN.......................................................................
2.1
Definisi Infeksi Nosokomial ...............................................
2.2
Penyebab Infeksi Nosokomial..............................................
2.3
Cara Penularan Infeksi Nosokomial.....................................
2.4
Pencegahan...........................................................................
2.5
Faktor Resiko “Healthcare-Associated Infections” (HAIs).
2.6
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi................................
2.7
Peran Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial.......
BAB
III PENUTUP...............................................................................
3.1
Kesimpulan...........................................................................
3.2
Saran.....................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................
|
|||
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan
karunianya penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL” Selawat beriring salam penulis kirimkan kepada junjungan Alam Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau sekalian.
Dalam penyelesaian
penulisa makalah ini, penulis mendapat
bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya.
Segala usaha telah
dilakukan untuk menyempurnakan makalah
ini. Namun penulis menyadari bahwa dalam makalah ini mungkin masih ditemukan kekurangan dan
kekhilafan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
dijadikan masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.
Meureudu, Desember 2014
Penulis
Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan
penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu
jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta
kematian setiap hari di seluruh dunia. Infeksi nosokomial itu sendiri dapat
diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit.
Selama 10-20 tahun belakangan ini telah
banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari masalah utama meningkatnya angka
kejadian infeksi nosokomial dan di beberapa Negara, kondisinya justru sangat
memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan
pengobatan dengan obat-obatan mahal akibat resistensi kuman, serta penggunaan
jasa di luar rumah sakit. Karena itu di negara-negara miskin dan berkembang,
pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan
kualitas pelayanan pasien dirumah sakit.
Rumah
sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang
dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam
jarak yang sangat. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga
kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di
pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas
kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kodisi
rumah sakit.
Kerugian
yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap yang tentunya
akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari perawatan normal bila tidak
terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat menyebabkan kematian bagi pasien.
Dalam
Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan
suatu standar minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya
pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit
melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari
surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai
acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien
(Kepmenkes, 2008).
1.2
Tujuan
1.
Untuk mengetahui Penyebab Infeksi
Nosokomial
2.
Untuk mengetahui Cara Penularan Infeksi
Nosokomial
3.
Untuk mengetahui Pencegahan
4.
Untuk mengetahui Faktor Resiko
“Healthcare-Associated Infections” (HAIs).
5.
Untuk mengetahui Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi
6.
Untuk mengetahui Peran Perawat Dalam
Pencegahan Infeksi Nosokomial
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah proses dimana seseorang
rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen atau infeksius yang tumbuh,
berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen bisa berupa bakteri,
virus, ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit menular atau infeksius adalah
penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari
kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion
berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nososkomial dapat
diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit. Infeksi Nosokomial
adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat dilakukan
perawatan di rumah sakit.
Penderita yang sedang dalam proses
asuhan perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit dasar tunggal maupun
penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara umum keadaan umumnya
tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal ini akan mempermudah
terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan sebagainya akan masuk
ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan dengan
mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap penderita yang sedang dalam proses
asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial.
2.2 Penyebab Infeksi Nosokomial
Penyebab
terjadinya infeksi nosokomial adalah :
1. Suntikan
yang tidak aman dan seringkali tidak perlu.
2. Penggunaan
alat medis tanpa ditunjang pelatihan maupun dukungan laboratorium.
3. Standar
dan praktek yang tidak memadai untuk pengoperasian bank darah dan pelayanan
transfusi
4. Penggunaan
cairan infus yang terkontaminasi, khususnya di rumah sakit yang membuat cairan
sendiri
5. Meningkatnya
resistensi terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik spektrum luas yang
berlebih atau salah
6. Berat
penyakit yang diderita
7. penderita
lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
8. petugas
pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)
9. peralatan
medis yang digunakan
10. tempat
(ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
11. tempat/kamar
dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasi dan kamar
bersalin
12. makanan
dan minuman yang disajikan
13. lingkungan
rumah sakit secara umum
2.3 Cara Penularan Infeksi Nosokomial
1.
Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara
kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi
bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to
person pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak
langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda
mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh
infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.
2.
Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang
telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari
satu penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah,
cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
3.
Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme
mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak
yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang
terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas
(staphylococcus) dan tuberculosis.
4.
Penularan dengan perantara vektor
Penularan
ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara
eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang
menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat.
2.4 Pencegahan
Terdapat beberapa prosedur dan
tindakan pencegahan infeksi nosokomial. Tindakan ini merupakan seperangkat
tindakan yang didesain untuk membantu meminimalkan resiko terpapar material
infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain dari pasien kepada tenaga
kesehatan atau sebaliknya. Menurut Zarkasih, pencegahan infeksi didasarkan pada
asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi
menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya. Kunci
pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip
pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima standar
penerapan yaitu:
1. Mencuci
tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan metode yang
paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi
perpindahan mikroorganisme karena bersentuhan
2. Menggunakan
alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh
lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung
tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan
bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke
tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh,
terhirup, tertelan dan lain-lain.
3. Manajemen
alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit melalui
benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan hal
ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak
menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.
4. Melakukan
dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang benar.
Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi
dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga kesehatan
5. Menjaga
sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui aktivitas pelayanan
kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis dan sampah
berbahaya, yang memerlukan manajemen yang baik untuk menjaga keamanan tenaga
rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarat.
2.5 Faktor Resiko “Healthcare-Associated
Infections” (HAIs).
a. Umur : neonatus dan lansia lebih rentan.
b. Status imun yang rendah/tergantung
(imuno-kompromais) : penderita dengan penyakit kronik, penderita keganasan, obat-obat
imunosupresan.
c. Interupsi barier anatomis :
1)
Kateter urin : meningkat kejadian
infeksi saluran kemih (ISK)
2)
Prosedur operasi : dapat menyebabkan
infeksi luka operasi (ILO) atau “Surgical Site Infection” (SSI).
3)
Intubasi penafasan : meningkatkan
kejadian : “Hosptal Acquired Pneumonia” (HAP/VAP).
4)
Kanula vena dan arteri : menimbulkan
infeksi luka infus (ILI), “Blood Stream
Infection” (BSI).
5)
Luka dan trauma
d. Implantasi benda asing :
1)
“indwelling catheter”
2)
“surgical suture material”
3)
“cerebrospinal fluid shunts”
4)
“valvular/vascular prostheses”
e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian
antibiotika yang tidak bijaksana menyebabkan timbulnya kuman yang resisten
terhadap berbagai antimikroba (Depertemen Keseatan, 2009)
2.6 Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi
Proses terjadinya infeksi bergantung
kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi (patogenesis,
virulesi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor resiko pada
penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden
terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
(Depertemen Kesehatan, 2009).
Tabel .Pemilihan Alat Pelindung Diri
Jenis
Pajanan
|
Contoh
|
Pilihan
Alat Pelindung Diri
|
Resiko Redah :
· Kontak
dengan Kulit
· Tidak
terpajan darah langsung
|
· Injeksi
· Perawatan
luka ringan
|
· Sarung
tangan esensial
|
Resiko Sedang :
Kemungkinana terpajan darah namun
tidak ada cipratan
|
· Pemeriksaan
pelvis
· Insersi
IUD
· Melepas
IUD
· Pemasangan
kateter intra vena
· Penanganan
spesimen laboratorium
· Perawatan
luka berat
· Ceceran
darah
|
· Sarung
tangan
· Mungkin
perlu gaun pelindung atau Celemek
|
Resiko Tinggi :
· Kemungkinan
terpajan darah dan kemungkinan terciprat
· Perdarahan
massif
|
· Tidakan
bedah mayor
· Bedah
mulut
· Persalinan
pervagina
|
· Sarung
tangan
· Celemek
· Kacamata
pelindung
· Masker
|
Sumber : Depertemen
Kesehatan, 2009
2.7 Peran Perawat Dalam Pencegahan Infeksi
Nosokomial
Tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan dirinya dan orang lain serta bertanggung jawab
sebagai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Tenaga kesehatan juga
bertanggung jawab dalam mengunakan saran yang telah disediakan dengan baik dan
benar serta memelihara sarana agar selalu siap pakai dan dapat dipakai selama
mungkin.
Secara
rinci kewajiban dan tanggung jawab tersebut meliputi :
a. Bertanggung
jawab melaksanakan dan menjaga kesalamatan kerja dilingkungan. wajib mematuhi
intruksi yang dibeikan dalam rangka kesehatan dan keselamatan kerja, dan
membantu mempertahankan lingkungan bersih dan aman.
b. Mengetahui
kebijakan dan menerapkan prosedur kerja, pencegahan infeksi, dan mematuhinya
dalam pekerjaan sehari-hari.
c. Tenaga
kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan resiko penularan
infeksi, baik dari dirinya kepada pasien atau sebaliknya, sebaiknya tidak
merawat pasien secara langsung.
d. Sebagai
contoh misalnya, pasien penyakit kulit yang basah seperti eksim, bernanah,
harus menutupi kelainan kulit tersebut dengan plester kedap air, bila tidak
memungkinkan maka tenaga kesehatan tersebut sebaiknya tidak merawat pasien.
e. Bagi
tenaga kesehatan yang megidap HIV mempunyai kewajiban moral untuk memberi tahu
atasannya tentang status serologi bila dalam pelaksanaan pekerjaan status
serologi tersebut dapat menjadi resiko pada pasien, misalnya tenaga kesehatan
dengan status HIV positif dan menderita eksim basah. (Depertemen Kesehatan,
2003).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Setiap
rumah sakit di Indonesia harus mempunyai tim pencegahan dan pengendalian
infeksi.
2. Tim
pencegahan dan pengendalian infeksi harus bekerja dengan baik agar angka kasus
infeksi nosokomial di Indonesia dapat menurun.
3. Dengan
adanya tim pencegahan dan pengendalian infeksi di setiap rumah sakit yang
bekerja dengan baik, kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat terdata dengan
tepat supaya mempermudah penanganan kasus infeksi nosokomial di rumah sakit.
3.2 Saran
Infeksi masih merupakan penyebab utama
tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi
adalah infeksi nosokomial, maka dari itulah kita harus berhati-hati dalam
pencegahan Infeksi.
Kami
Selaku pembuat makalah ini menerima segala saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tietjen,
L.,dkk (terj. Saifuddin, AB,dkk): Panduan
Pencegahan Infeksi : Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya
Terbatas
2. Pedoman Pencegahan dan
Penanggulangan Infeksi di ICU, Dep.Kes.RI, Jakarta
2004
3. Kumpulan
Makalah Kursus Dasar : Pengendalian
Infeksi Nosokomial, PERDALIN JAYA, Jakarta, Februari 2005
4. Panduan
Bagi Pengendalian Infeksi, www.ansellhealthcare.com, Ansell, 2002
5. Australian
Dendal Association, Systemic Operating Procedures, ADA,2003
6. Larson,
Elaine L,. RN, Phd, FAAN, CIC,. APIC Guidline for Handwashing and Hend
Antiseptic in Healt Care Setting, Washington, 1995.
Mau save
BalasHapus