BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa
pemerintahan di dalam suatu negara merupakan unsure yang sangat penting.
Pemerintahan merupakan sebuah unsure yang digunakan sebagai suatu syarat
berdirinya suatu negara. Tanpa pemerintahan, maka suatu negara tidak akan dapat
terbentuk. Pemerintah memiliki peran dan fungsi yang sangat vital terutama
didalam mengayomi dan melayani masyarakat.
Berbicara
tentang Etika Birokrasi dewasa ini menjadi topik yang sangat menarik dibahas,
terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa. Kecenderungan
atau gejala yang timbul dewasa ini banyak aparat birokrasi dalam pelaksanaan
tugasnya sering melanggar aturan main yang telah ditetapkan.
Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi
dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat
fungsi pokok pemerintahan , yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau
regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi
berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat Birokrasi tersebut dalam
melaksanakan fungsi tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan
semestinya, pantas untuk dilakukan dan sewajarnya dimana telah ditentukan atau
diatur untuk ditaati dan dilaksanakan.
Permasalahan
yang muncul sekarang ini bagaimana proses penentuan Etika dalam Birokrasi itu
sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis atau tidak, bagaimana
kondisi saat itu dan daerah tertentu yang mengatakan bahwa sesuatu dianggap
etis saja atau dapat dibenarkan, namun di tempat lain belum tentu. Dapat
dikatakan bahwa Etika Birokrasi sangat tergantung pada seberapa jauh melanggar
di tempat atau daerah mana, kapan dilakukannya dan pada saat yang bagaimana,
serta sanksi apa yang akan diterapkan sanksi sosial atau moral ataukah sanksi
hokum. Semua ini sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait
juga dengan aturan, norma, adat dan kebiasaan setempat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika berasal
dari bahasa Yunani yaitu “Ethes” berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau
secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan.
Dalam pengertian kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan sebetulnya
tercakup juga adanya kesediaan karena kesusilaan dalam dirinya minta ditaati
pula oleh orang lain.
Aristoteles
juga memberikan istilah Ethica yang meliputi dua pengertian yaitu etika
meliputi Kesediaan dan Kumpulan peraturan, yang mana dalam bahasa Latin dikenal
dengan kata Mores yang berati kesusilaan, tingkat salah saru perbuatan (lahir,
tingkah laku), Kemudian kata Mores tumbuh dan berkembang menjadi Moralitas yang
mengandung arti kesediaan jiwa akan kesusilaan. Dengan demikian maka Moralitas
mempunyai pengertian yang sama dengan Etika atau sebaliknya, dimana kita
berbicara tentang Etika Birokrasi tidak terlepas dari moralitas aparat
Birokrasi penyelenggara pemerintahan itu sendiri.
Etika dan
moralitas secara teoritis berawal dari ilmu pengetahuan (cognitive) bukan pada
afektif. Moralitas berkaitan pula dengan jiwa dan semangat kelompok masyarakat.
Moral terjadi bila dikaitkan dengan masyarakat, tidak ada moral bila tidak ada
masyarakat dan seyogyanya tidak ada masyarakat tanpa moral, dan berkaitan
dengan kesadaran kolektif dalam masyarakat. Immanuel Kant, teori moralitas
tidak hanya mengenai hal yang baik dan yang buruk, tetapi menyangkut masalah
yang ada dalam kontak sosial dengan masyarakat. Ini berarti Etika tidak hanya
sebatas moralitas individu tersebut dalam artian aparat birokrasi tetapi lebih
dari itu menyangkut perilaku di tengah-tengah masyarakat dalam melayani
masyarakat apakah sudah sesuai dengan aturan main atau tidak, apakah etis atau
tidak.
Menurut
Drs.Haryanto, MA, Etika merupakan instrumen dalam masyarakat untuk menuntun
tindakan (perilaku) agar mampu menjalankan fungsi dengan baik dan dapat lebih
bermoral. Ini berarti Etika merupakan norma dan aturan yang turut mengatur
perilaku seseorang dalam bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan
main yang ada dimasyarakat agar dapat dikatakan tindakannya bermoral.
Dari
beberapa pendapat yang menegaskan tentang pengertian Etika di atas jelaslah
bagi kita bahwa Etika terkait dengan moralitas dan sangat tergantung dari
penilaian masyarakat setempat. Dapat dikatakan bahwa moral merupakan landasan
normatif yang didalamnya mengandung nilai-nilai moralitas itu sendiri dan
landasan normatif tersebut dapat pula dinyatakan sebagai Etika yang dalam
Organisasi Birokrasi disebut Etika Birokrasi.
2.2 Etika dalam birokrasi.
Ketika
kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapkan kita, pasti akan timbul
kekecewaan, begitulah yang terjadi ketika kita mengharapkan agar para aparatur
Birokrasi bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, kejujuran dan keadilan
dijunjung, sementara kenyataan yang terjadi mereka sama sekali tidak bermoral
atau beretika, maka disitulah kita mengharapkan adanya aturan yang dapat
ditegakkan yang menjadi norma atau rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya.
Sesuatu yang kita inginkan itu adalah Etika yang perlu diperhatikan oleh aparat
Birokrasi tadi.
Ada beberapa
alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam pengembangan
pemerintahan yang efisien, tanggap dan akuntabel. Menurut Agus Dwiyanto, alasan
pertama adalah masalah – masalah yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah dimasa
mendatang akan semakin kompleks. Modernitas masyarakat yang semakin meningkat
telah melahirkaan berbagai masalah – masalah publik yang semakin banyak dan
kompleks dan harus diselesaikan oleh birokrasi pemerintah. Dalam memecahkan
masalah yang berkembang birokrasi seringkali tidak dihadapkan pada pilihan –
pilihan yang jelas seperti baik dan buruk. Para pejabat birokrasi seringkali
tidak dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara baik dan baik, yang masing –
masing memiliki implikasi yang saling berbenturan satu sama lain.
Dalam kasus
pembebasan tanah, misalnya pilihan yang dihadapi oleh para pejabat birokrasi
seringkaali bersifat dikotomis dan dilematis. Mereka harus memilih antara
memperjuangkan program pemerintah dan memperhatikan kepentingan masyarakatnya.
Masalah – masalah yang ada dalam ‘grey area’ seperti ini akan menjadi semakin
banyak dan kompleks seiring dengan meningkatnya modernitas masyarakat.
Pengembangan etika birokrasi mungkin bisa fungsional terutama dalam memberi
‘policy guidance’ kepada para pejabat birokrat untuk memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya.
Kedua, keberhasilan pembangunan yang
telah meningkatkan dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi.
Dinamika yang terjadi dalam lingkungan tentunya menuntut kemampuan birokrasi
untuk melakukan adjustments agar tetap tanggap terhadap perubahan yang terjadi
dalam lingkungannya. Kemampuan untuk bisa melakukan adjustment itu menuntut
discretionary power yang besar. Penggunaan kekuasaan direksi ini hanya akan
dapat dilakukan dengan baik kalau birokrasi memiliki kesadaran dan pemahaman
yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki dan implikasi dari
penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya. Kesadaran dan
pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi penggunaan kekuasaan itu
hanya dapat dilakukan melalui pengembangan etika birokrasi.
Walaupun pengembangan etika birokrasi
sangat penting bagi pengembangan birokrasi namun belum banyak usaha dilakukan
untuk mengembangkannya. Sejauh ini baru lembaga peradilan dan kesehatan yang
telah maju dalam pengembangan etika ,seperti terefleksikan dalam etika
kedokteran dan peradilan. Etika ini bisa jadi salah satu sumber tuntunan bagi
para professional dalam pelaksanaan pekerjaan mereka. Pengembangan etika
birokrasi ini tentunya menjadi satu tantangan bagi para sarjana dan praktisi administrasi
publik dan semua pihak yang menginginkan perbaikan kualitas birokrasi dan
pelayanan publik di Indonesia.
Dari alasan yang dikemukakan di atas
ada sedikit gambaran bagi kita mengapa Etika Birokrasi menjadi suatu tuntutan
yang harus sesegera mungkin dilakukan sekarang ini, hal tersebut sangat terkait
dengan tuntutan tugas dari aparat birokrasi itu sendiri yang seiring dengan
semakin kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat dan seiring dengan
fungsi pelayanan dari Birokrat itu sendiri agar dapat diterima dan dipercaya
oleh masyarakat yang dilayani, diatur dan diberdayakan.
Untuk itu para Birokrat harus merubah
sikap perilaku agar dapat dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang
jelas dan tegas yang perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan
berperilaku di tengah-tengah masyarakat.
2.3 Pendekatan filsafat terhadap etika
pemerintahan Negara
1. Filsafat Idealisme Sokrates( 470-399 sM
) bahwa kebenaran dan kebaikan nilai
obyektif yang harus dijunjung tinggi oleh semua orang.
2. Filsafat
Idealisme dari Plato (namanya aslinya Aristokles, 427-347sM ). Kebenaran
sejati apa yang tergam-bar dalam ide. “ Pemerintahan Negara Ideal adalah
komunitas etical untuk mencapai kebajikan dan kebaikan”.
a.
Filsuf Idealisme Thomas Hobbes (
1588-1679 ) bahwa terkenal dengan Teori Perjanjian Sosial dalam pemerintahan,
Kedaulatan kekuasaan absulut dan abadi, kekuasaan itu tertinggi dibatasi dengan
UU.
b.
Filsuf
Idealisme John Locke ( 1632-1707 ) dengan Teori Perjanjian bahwa kebahagiaan dan kesusilaan dihubungkan
dengan peraturan yaitu : perintah Tuhan, UU Negara dan hukum pendapat umum dengan prinsip liberty, eguality dan
personality.
c.
Filsuf Reusseauu dengan teori “
Contract Social “ . Manusia mempunyai kekuasaan dan hak secara kodrat,
kekuasaan negara berasal dari negara dan negara berasal dari rakyat. Intinya
pemerintah yang berkuasa tidak monarkhi absolut.
d.
Filsuf Hegel dengan metode dialektika
tentang pemerintahan negara bahwa : negara penjelmaan dari ide, rakyat ada demi
negara agar ide kesusilaan, negara mempunyai hukum tertinggi terhadap
negara bagi kebahagiaan rakyat
2.4 Nilai-niali etika dalam pemerintahan
Etika
pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk
sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan
adalah :
a.
Penghormatan terhadap hidup manusia
dan HAM lainnya.
b.
kejujuran baik terhadap diri sendiri
maupun terhadap manusia lainnya (honesty).
c.
Keadilan dan kepantasan merupakan
sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
d.
kekuatan moralitas, ketabahan serta
berani karena benar terhadap godaan (fortitude).
e.
Kesederhanaan dan pengendalian diri
(temperance).
f.
Nilai-nilai agama dan sosial budaya
termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak secara profesionalisme dan
bekerja keras.
2.5
Wujud etika dalam pemerintahan
Wujud etika
pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik
yang dikatakan oleh dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan
negara (teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945
sekaligus pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan
doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta
keabsahan hukum secara de yure maupun de facto oleh pemerintahan RI, dimana
pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya
2.6 Mewujudkan pemerintah yang baik dan sehat
(Good governance)
a.
Pemerintahan yang konstitusional (
Constitutional )
b.
Pemerintahan yang legitimasi dalam
proses politik dan administrasinya ( legitimate )
c.
Pemerintahan yang digerakkan sektor
publik, swsata dan masyarakat ( public, private and society sector )
d.
Pemerintahan yang digerakkan sektor
publik, swsata dan masyarakat ( public, private and society sector )
§ Prinsip
Penegakkan Hukum,
§ Akuntabilitas,
§ Demokratis,
§ Responsif,
§ Efektif
dan Efisensi,
§ Kepentingan
Umum,
§ Keterbukaan,
§ Kepemimpinan
Visoner dan
§ Rencana
Strategis
e.
Pemerintahan yang menguatkan fungsi
: kebijakan publik (Public Policy ), pelayanan publik ( Public
Service ), otonomi daerah ( Local Authonomy ), pembangunan (Development ), pemberdayaan
masyarakat ( Social Empowering )
dan privatisasi ( Privatization
)
2.7
Prinsip Negara hukum dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan
a.
Supremasi Hukum ( Suprmacy of Law )
b.
Persamaan dalam hukum ( Eguality
before the Law)
c.
Asas Legalitas ( Due Process of Law );
d.
Pembatasan Kekasaan ;
e.
Organ-organ pemerintahan yng
independen;
f.
Peradilan yang bebas dan tidak
memihak;
g.
Peradilan Tata Usaha
Negara(Constitutional Court );
h.
Peradilan Tata Negara;
i.
Perlindungan Hak asasi Manusia;
j.
Bersifat Demokratis ( Democratische
Rechtsaats )
k.
Berfungsi sarana mewujudkan tujuan
bernegara (welfare Rechtstaat)
l.
Transparansi dan Kontrol Sosial
2.8 Landasan etika pemerintahan Indonesia
a.
Falsafah Pancasila dan Konstitusi/UUD
1945 Negara RI;
b.
TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ;
c.
UU No. 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme;
d.
UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas UU No. 8 Tahun 1974 Tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian ( LN No. 169 dan Tambahan LN No. 3090 );
e.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang dirubah dengan UU No. 3 Tahun 2005 dan UU No. 12 Tahun
2008 tentang Pemerintahan Daerah ;
f.
PP No. 60 tentnag Disiplin Pegawai
Negeri .
2.9 Masalah Etika dalam pemerintah
Dewasa ini,
banyak sekali kasus-kasus muncul berkaitan dengan penyelewengan etika
organisasi pemerintah. Salah satu contoh
nyata yang masih saja dilakukan oleh individu dalam organisasi pemerintah yaitu
KKN.
Adapun
definisi KKN yaitu suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep
modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau
perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap
ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.
Praktek KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup tinggi. Contoh di
bidang perbankan khususnya, keberadaan UU No. 10 Tahun 1998 ternyata tidak
cukup ampuh menjerat atau membuat jera para pelaku KKN. Dari data yang ada ,
diketahui ada beberapa kasus yang cukup mencolok dengan nominal kerugian negara
yang cukup besar.
Sebutlah kasus
penyelewengan dana BLBI yang sampai saat ini sudah berlangsung hampir 10 tahun
tidak selesai. Para tersangka pelakunya masih ada yang menghirup udara bebas,
dan bahkan ada yang di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan aktivitas
bisnisnya. Yang lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang
melibatkan salah satu pejabat Jampidsus beberapa waktu yang lalu.
Praktek KKN
dalam organisasi pemerintah khususnya, menjadi masalah berkaitan dengan etika
organisasi pemerintah Karena ini merupakan penyelewengan dari apa yang
seharusnya dilakukan dan dimiliki oleh seorang individu dalam organisasi
pemerintah, yakni melayani rakyat dengan baik dan berusaha memberikan yang
terbaik bagi rakyat. Akan tetapi, dengan
adanya peraktek KKN jelas merugikan bangsa dan negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemerintahan
birokrasi saat ini sedang mengalami kemunduran etika dan moralnya. Hal ini
disebabkan oleh oknum-oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab dengan tugas
dan kewajibannya dalam melaksanakan pemerintahan di indonesia.
Semua
masalah-masalah seperti KKN penyalahgunaan wewenang dan lain sebagainya adalah
terjadi akibat dari kurangnya Etika dan Moral dari para pemimpin bangsa ini.
Sehingga yang menjadi korbannya adalah bumi pertiwi beserta masyarakat yang
bergantung padanya. Oleh karna itu Etika
dalam pemerintahan sangatlah dibutuhkan oleh setiap pemimpin bangsa indonesia
agar terwujudnya bangsa indonesia yang mampu menjadi bangsa yang mampu
memperjuangkan kemerdekaannya dengan salaha satunya yakni mensejahterakan
rakyatnya.
3.2 Saran
Saran
saya yaitu pentingnya pembinaan khusus mengenai akhlak, aqidah, yang didalamnya
berisi ajaran Etika dan Moral kepada calon calon pemimpin bangsa yang bisa
mereka jadikan sebuah pembelajaran yang sangat penting sehingga mereka mampu
mengendalikan diri mereka sehingga pemerintahan yang ia pegang mampu berjalan
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Kencana,
Inu. 1991, Sistem Pemerintahan Indonesia:Jakarta.Gema Insane Press.
http://aiardian.wordpress.com/2009/07/22/contoh-makalah-etika-pemerintahan/
http://politikana.com/baca/2011/03/05/etika-pemerintahan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar