BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berkembangnya
aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu
masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi
politik lebih besar, dengan
sendirinya menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui
pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia
ketiga menunjukkan pembentukan partai baru tidak akan banyak
bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru disebut
kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan
sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut
pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi
kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan
guna menampung partisipasi politik. Sistem kepartaian yang kokoh,
sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan
partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala
bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan
partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk
mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan
demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang
mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok
baru ke dalam sistem politik.
Dari segi jumlah, sejak kemerdekaan
hingga kini, Indonesia telah mengenal dua sistem kepartaian. Pada masa Demokrasi Parlementer (1945-1959)
dan Demokrasi Terpimpim (1959-1965), yang dianut adalah sistem multipartai.
Sementara pada masa Orde Baru dewasa ini jumlah partai sudah dibatasi hanya
tiga (PPP, PDI, dan Golkar, walaupun yang terakhir ini tak menyandang predikat
partai didepan namanya).
Sistem kepartaian pada masa Demokrasi
Parlementer mampu meluaskan derajat partisipasi politik dan mampu pula
melembagakan saluran- saluran bagi perluasan partisipasi tersebut, namun tidak
memiliki landasan yang kokoh, sehingga pola interaksinya bukan hanya kompetisi.
Pada masa pemerintahan soeharto maka muncul yang namanya orde reformasi. Masa
ini merupakan masa dimana muncul banyak partai baru yang ikut meramaikan kancah
politik indonesia. Seperti PDI-Perjuangan, PPP, Golkar, PAN, Demokrat, PKB dan
masih banyak lagi yang lainnya. Hal ini menimbulkan semakin ketatnya persaingan
antara partai politik yang satu dengan partai politik yang lainnya.Akibatnya,
seiring dengan meningkatnya derajat partisipasi politik, muncul rangkaian
konflik dan polarisasi dengan derajat yang tinggi pula, yang pada gilirannya
ikut menggoyahkan sistem partai yang berlaku saat itu.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Perangkat kerja sistem politik
2.
Analisis sistem politik
3.
Struktur politik dan fungsi politik
4.
Proses sistem politik Indonesia
5.
Partai politik nasional dan politik
lokal
1.3 Tujuan Sistem Politik
a.
Meningkatnya respon masyarakat terhadapkebijakan pemerintah
b.
Adanya partisipasi rakyat dalam mendukung atau menolak suatu kebijakan
politik
c.
Meningkatnya partisipasi rakyat dalam berbagai kehiatan organisasi politik,
organisasi kemasyarakatan, dan kelompok-kelompok penekan
1.4 Manfaat Sistem Politik
Sikap warga Negara terhadap system
politik akan mempengaruhi tuntutan, tanggapan, serta orientasinya terhadap
system politik. Hubungan antara budaya politik dengan sistem politik atau
faktor-faktor apa yang menyebabkan
pergeseran politik dapat dimengerti.
|
BAB II
PERANGKAT KERJA SISTEM POLITIK
Camat merupakan pemimpin kecamatan
sebagai perangkat daerah kabupaten atau kota. Camat berkedudukan sebagai
koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris daerah kabupaten atau
kota. Camat diangkat oleh bupati atau wali kota atas usul sekretaris daerah
kabupaten atau kota terhadap Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 19
Tahun 1998 tentang Kecamatan, "Camat atau sebutan lain adalah pemimpin dan
koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari
Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan".
Camat diangkat oleh bupati/walikota
atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang
menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
BAB III
ANALISIS SISTEM POLITIK
David Easton mengemukakan bahwa
bagian-bagian suatu sistem tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan saling
berkaitan satu sama lain, dengan kata lain berfungsinya satu bagian tidak dapat
dipahami sepenuhnya tanpa memperhatikan fungsi-fungsi keseluruhan bagian itu
sendiri. Sifat saling katerkaitan secara sistematis menggambarkan bahwa semua
kegiatan yang terjadi dapat mempengaruhi tingkah laku dan pelaksanaan
keputusan-keputusan otoritatif dalam masyarakat. Hal ini menandakan bahwa
kehidupan politik merupakan suatu sistem kegiatan.
Adanya anggapan bahwa sistem politik
merupakan unit tersendiri, maka hal-hal yang mempengaruhi kerja sistem tersebut
adalah berbagai macam input yang nantinya diubah menjadi output dalam suatu
rangkaian proses. Outpu-output yang dihasilkan dapat memberikan pengaruh
terhadap sistem itu sendiri maupun terhadap klingkungan dimana sstem tersebut
berada.
Lebih
lanjut Easton menjelaskan bahwa sistem memiliki ciri-ciri tertentu, antara
lain:
1.
Ciri-ciri identifikasi, hal ini merupakan pembeda sistem politik dengan
sistem-sistem lainnya.
a)
Unit-unit sistem politik. Unit-unit
adalah unsur yang membentuk sistem politik yang berwujud pada tindakan-tindakan
politik.
b)
Perbatasan. Suatu sistem selalu berada
dalam atau dikelilingi oleh lingkungan yang berupa sistem-sistem lain. Cara
berfungsinya sustu sistem sebagian merupakan perwujudan dari upayanya
menanggapi keseluruhan lingkungan sosial, biologis, dan fisiknya. Sedangkan
yang termasuk dalam suatu sistem politik adalah semua tindakan yang berkaitan
dengan pembuatan keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat dan setiap
tindakan sosial yang tidak mengandung ciri-ciri tersebut dipandang sebagai
variabel eksternal di dalam lingkungan sistem tersebut.
2.
Input dan output.
Sistem politk memiliki konsekuensi-konsekuensi
yang penting bagi masyarakat yang berwujud pada keputusan-keputusan otoritatif.
Keputusan ini merupakan output dari sistem politik. Di lain sisi, untuk
menjamin bekerjanya suatu sistem diperlukan input. Tanpa input sistem tidaka
akan dapat berfungsi dan tanpa output tidaka akan dapat mengidentifikasi suatu
pekerjaan yang dikerjakan oleh sistem tersebut.
Sebagian besar perunbahan-perubahan
penting dalam suatu sistem politik berasal dari perubahan-perubahan lingkungan
eksternalnya. Untuk itu agar suatu sistem dapat bertahan, ia harus dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apa
yang terjadi dalam suatu sistem merupakan akibat dari upaya angggota-anggotamya
untuk menanggapi lingkungan yang selalu berubah.
3.
Diferensiasi dalam suatu sistem.
Dalam
suatu struktur sistem politik dikenal diferensiasi minimal karena suatu sistem
bekerja menjalankan berbagai macam pekerjaan dalam waktu yang terbatas.
4.
dalam suatu sistem
Dengan
adanya diferensiasi struktural dalam menangani berbagai macam pekerjaan yang
selalu berubah terkadang dapat menimbulkan potensi disintegrasi sistem itu
sendiri. Oleh karena itu jika suatu sistem ingin mempertahankan dirinya, sistem
tersebut harus memiliki mekanisme yang dapat mengintegrasikan atau memaksa
anggota-anggotanya untuk dapat bekerjasama walaupun seminimal mungkin sehingga
mereka dapat menghasilkan keputusan-keputusan otoritatif.
Easton
juga membagi pokok-pokok input sistem politik dalam dua dua jenis, yaitu:
1.Tuntutan.
Tuntutan dapat timbul baik dari dalam
lingkungan sistem itu sendiri (tuntutan internal) maupun dari luar lingkungan
sistem tersebut(tuntutan eksternal). Perbedaan keduanya terletak pada akibat
yang ditimbulkannya terhadap sustu sistem politik, apakah langsung atau tidak
langsung. Dikenal juga adanya “withinput” yakni tuntutan yang berasal dari
dalam sistem politik itu sendiri (dari orang-orang yang berperan dalam
politik).
Tidak semua tuntutan dapat berkembang
menjadi issue politik. Sedangkan yang dimaksud dengan issue adalah suatu
tuntutan yang oleh anggota-anggota masyarakat ditanggapi dan dianggap sebagai
hal yang penting untuk dibahas melalui saluran-saluran yang diakui oleh sistem
tersebut. Jadi tuntutan dapat dapat menjadi issue jika menimbulkan sejumlah
masalah.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam proses perkembangan tuntutan menjadi issue,
antara lain; posisi opnion leader dan pendukungnya dalam struktur kekuasaan
suatu masyarakat, kerahasiaan atau keterbukaankah yang dipakai dalam mengajukan
tuntutan, waktu, pengetahuan berpolitik, pengusaan saluran komunikasi, sikap
dan suasana masyarakat, dan gambaran yang dimiliki oleh opinion leader mengenai
tuntutan dan cara kerja suatu sistem.
2.Dukungan
Dukungan merupakan kekuatan dalam
bentuk tindakan-tindakan atau pandangan-pandangan yang dapat memajukan atau
merintangi bekerjanya suatu sistem politik. Sikap dukungan dapat berwujud
tindakan-tindakan yang mendorong pencapaian tujuan, kepentingan, dan tindakan
orang lain serta dapat berwujud batiniah dengan pandangan-pandangan maupun
pikiran sebagai bentuk kesediaan untuk bertindak demi orang lain.
Sasaran-sasaran
politik dalam memperluas dukungan dalam suatu sistem politik meliputi :
1.
Wilayah dukungan, meliputi komunitas,
rejim, dan pemerintah.
2.
Kuantitas dan ruang lingkup dukungan.
Situasi aktual dalam suatu permasalahan dapat menentukan jumlah dan ruang
lingkup yang dibutuhkan oleh dukungan tersebut.
Mekanisme
dukungan dapat berupa:
1.
Outpu-output. Output dalam suatu
sistem politik berwujud dalam keputusan atau kebiaksanaan politik. Oleh karena
itu, salah satu upaya agar ikatan antara pendukung suatu sistem kuat adalah
dengan menciptakan keputusna-keputusan yang dapat memenuhi tuntutan dari para
anggotanya. Dengan adanya output tertentu yang dihasilkan, dukungan yang akan
timbul dapat berupa dukungan positif maupun ngative (ancaman).
2.
Politisasi. Politisasi lebih
dimaksudkan pada proses sosialisai politik. Politisasi merupakan cara-cara
dimana anggota masyarakat mempelajari pola-pola politik yang memiliki tujuan
selaras dengan masyarakat dan dianggap bermanfaat. Proses pembelajaran
politisasi bagi individu tidak akan pernah berhenti seiring dengan waktu. Dalam
tingkatannya yang paling umum, proses politisasi ini dapat berupa pemberian
ganjaran atau hukuman bagi mereka yang tidak mematuhi aturan. Sarana yang
dipakai dalam mengkomunikasikan tujuan-tujuan dan norma-norma pada masyrakat
cenderung berulang-ulang seperti penanaman mithos, doktrin dan filsafat
tertentu, dsb. Oleh karena itu, politisasi secara efektif dapat membentuk suau
ukuran legitimasi diciptakan atau dowariskannya antar generasi dalam suatu
sistem politik.
BAB IV
STRUKTUR POLITIK DAN FUNGSI
POLITIK
Struktur politik dibedakan dalam dua
suasana, yaitu: (1) struktur politik dalam suasana pemerintahan, disebut
suprastruktur politik, dan (2) struktur politik dalam suasana masyarakat,
disebut infrastruktur politik.
Suprastruktur menjalankan output
berupa pengambilan dan pelaksanaan keputusan. Fungsi output dapat diperinci ke dalam:
·
Fungsi
pengambilan keputusan (Decision or rule making), yang dijalankan oleh lembaga
legislatif dan / atau eksekutif.
·
Fungsi
pelaksanaan keputusan (Rule application), yang dijalankan
oleh eksekutif dan aparat birokrasi.
·
Fungsi
pengawasan pelaksanaan keputusan (Rule adjudication) yang dijalankan oleh
badan-badan kehakiman (yudikatif).
·
Infrastruktur politik menjalankan
fungsi-fungsi input yang dapat diperinci ke dalam:
·
Fungsi
perumusan dan pengajuan kepentingan (Interest articulation), terutama dijalankan
oleh kelompok kepentingan, kelompok penekan, dan pers.
·
Fungsi
pemaduan dan pengajuan kepentingan (Interest aggregation), secara khusus
dilakukan oleh partai politik dan tokoh politik.
·
Struktur politik, baik suprastruktur
politik maupun infrastruktur politik masing-masing menjalankan fungsi
komunikasi politik, sosialisasi politik, dan rekrutmen politik.
Struktur Politik di Indonesia
Suprastruktur
politik di Indonesia
Yaitu suasana kehidupan politik yang
ada dalam pemerintahan yakni ada pada lembaga-lembaga negara, meliputi:
o Lembaga pelaksana fungsi pembuatan kebijakan
umum/legislatif, dijalankan oleh MPR, DPR, dan DPD. Lembaga legislatif lazimnya
memainkan 3 fungsi pokok, sebagai berikut:
·
Fungsi
legislasi, yaitu fungsi membentuk undang-undang.
·
Fungsi
pengawasan/kontrol, yaitu fungsi mengawasi tindakan pemerintah, misalnya
melalui ratifikasi perjanjian internasional, persetujuan atas pernyataan
perang,
pengangkatan duta, maupun pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan
penggunaan uang negara.
·
Fungsi
anggaran, yaitu fungsi menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara.
·
MPR menjalankan dua dari tiga fungsi
tersebut, yaitu fungsi legislasi dan fungsi pengawasan. DPR menjalankan ketiga
fungsi di atas, sementara DPD walau dengan kewenangan terbatas menjalankan
ketiga fungsi tersebut ditambah fungsi pertimbangan.
o Lembaga pelaksana fungsi penerapan
kebijakan/eksekutif, yaitu presiden, baik sebagai kepala negara maupun sebagai
kepala pemerintahan. Presiden dibantu oleh seorang wakil presiden dan beberapa
orang menteri.
o Lembaga pelaksana fungsi pengawasan
pelaksanaan kebijakan/yudikatif, dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA), dan
badan-badan peradilan yang berada di bawahnya, serta Mahkamah Konstitusi(MK).
Infrastruktur Politik di Indonesia
Yaitu suasana kehidupan politik yang
ada di dalam masyarakat, yang memberi pengaruh terhadap pelaksanaan tugas-tugas
lembaga negara dalam pemerintahan; atau kekuatan politik riil di dalam
masyarakat. Disebut juga “bangunan politik bawah”.
Meliputi:
Partai politik, Kelompok kepentingan, Kelompok penekan, Media komunikasi
politik atau pers atau media massa, dan Tokoh politik.
a. Partai Politik
·
Secara
umum, partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
·
Adapun
tujuan dibentuknya sebuah partai adalah untuk memperoleh kekuasaan politik, dan
merebut kedudukan politik dengan cara (yang biasanya) konstitusional yang mana
kekuasaan itu partai politik dapat melaksanakan program-program
serta kebijakan-kebijakan mereka. Misalnya dengan mengikuti pemilu legislatif.
Di samping itu juga dengan cara ilegal, seperti melakukan subversif, revolusi
atau kudeta.
·
Fungsi
di Negara Demokrasi
Dalam
negara demokrasi, partai politik mempunyai beberapa fungsi antara lain :
a.
Sebagai sarana komunikasi politik
Salah
satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan
aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran
pendapat dalam masyarakat bisa diminimalkan.
b.
Sebagai sarana sosialisasi politik
Partai
politik memainkan peran dalam membentuk pribadi anggotanya. Sosialisasi yang
dimaksudkan adalah partai berusaha menanamkan solidaritas internal partai,
mendidik anggotanya, pendukung dan simpatisannya serta bertanggung jawab
sebagai warga negara dengan menempatkan kepentingan sendiri dibawah kepentingan
bersama.
c.
Sebagai sarana rekruitment politik.
Partai
politik mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam
kegiatan politik sebagai anggota partai. Cara-cara yang dilakukan oleh partai
politik sangat beragam, bisa melalui kontrak pribadi, persuasi atau menarik
golongan muda untuk menjadi kader.
d.
Sebagai sarana pengatur konflik.
Partai
politik harus berusaha untuk mengatasi dan memikirkan solusi apabila terjadi
persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat. Namun, hal ini lebih sering
diabaikan dan fungsi-fungsi diatas tidak dilaksanakan seperti yang diharapkan.
e.
Sebagai sarana partisipasi politik
Partai
politik harus selalu aktif mempromosikan dirinya untuk menarik perhatian dan
minat warga negara agar bersedia masuk dan aktif sebagai anggota partai
tersebut. Partai politik juga melakukan penyaringan-penyaringan terhadap
individu-individu baru yang akan masuk kedalamnya.
f.
Sebagai sarana pembuatan kebijakan
Fungsi
partai politik sebagai pembuat kebijakan hanya akan efektif jika sebuah partai
memegang kekuasaan pemerintahan dan mendominasi lembaga perwakilan rakyat.
Dengan memegang kekuasaan, partai politik akan lebih leluasa dalam menempatkan
orang-orangnya sebagai eksekutif dalam jabatan yang bersifat politis dan
berfungsi sebagai pembuat keputusan dalam tiap-tiap instansi pemerintahan.
Fungsi Partai Politik di Negara
Otoriter
a)
Menurut
faham komunis, sifat dan tujuan partai politik bergantung pada
situasi apakah partai tersebut berkuasa di negara ia berada. Partai komunis
bertujuan untuk mencapai kedudukan kekuasaan yang dapat dijadikan batu loncatan
guna menguasai semua partai politik yang ada dan menghancurkan sistem politik
yang demokratis.
b)
Partai
komunis juga mempunyai beberapa fungsi, namun sangat berbeda dengan yang ada di
negara demokrasi. Sebagai sarana komunikasi partai politik menyalurkan
informasi dengan mengindokrinasi masyarakat dengan informasi yang menunjang
partai. Fungsi sebagai sarana sosialisasi juga lebih ditekankan pada aspek
pembinaan warga negara ke arah dan cara berfikir yang sesuai dengan pola yang
ditentukan partai. Partai sebagai sarana rekruitment politik lebih mengutamakan
orang yang mempunyai kemampuan untuk mengabdi kepada partai.
c)
Jadi
pada dasarnya partai komunis mengendalikan semua aspek kehidupan secara
monolitik dan memaksa individu agar menyesuaikan diri dengan suatu cara hidup
yang sejalan dengan kepentingan partai.
Fungsi Partai Politik di Negara
Berkembang
Di negara-negara berkembang, partai
politik diharapkan untuk memperkembangkan sarana integrasi nasional dan memupuk
identitas nasional, karena negara-negara berkembang sering dihadapkan pada
masalah bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan, daerah, serta suku bangsa yang berbeda corak sosial
dan pandangan hidupnya menjadi satu bangsa.
Partai Politik (Political Partai) di Indonesia
Eksistensi parpol merupakan prasyarat,
baik sebagai sarana penyaluran aspirasi rakyat, maupun dalam proses penyelenggaraan
negara melalui wakil-wakilnya di dalam badan perwakilan rakyat.
Cara
memperoleh kekuasaan ;
a)
Pertama, secara legal (ikut pemilu legislatif).
b)
Kedua,
secara ilegal (melakukan subversif, revolusi atau coup d`etat).
Masa Pra Kemerdekaan
Budi Utomo (Jkt, 20 Mei 1908),
merupakan organisasi modern pertama yg melakukan perlawanan secara non fisik.
Dalam perkembangannya menjadi partai-partai politik yang didukung kaum
terpelajar dan buruh tani.
Sarekat
Islam (1912),
·
Muhammadiyah (1912),
·
Indische Partij (1912),
·
PKI (1921),
·
PNI (1927),
·
Partai Rakyat Indonesia (1930),
·
Partai Indonesia (1931),
·
Partai Indonesia Raya (1931).
BAB V
PROSES SISTEM POLITIK INDONESIA
Proses Politik Di Indonesia
Sejarah Sistem politik Indonesia
dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi
Masing-masing
masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
- Penyaluran tuntutan
- Pemeliharaan nilai
- Kapabilitas
- Integrasi vertikal
- Integrasi horizontal
- Gaya politik
- Kepemimpinan
- Partisipasi massa
- Keterlibatan militer
- Aparat negara
- Stabilitas
Bila
diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1.
Masa prakolonial (Kerajaan)
- Penyaluran tuntutan – rendah dan
terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa
- Kapabilitas – SDA melimpah
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – nampak hanya
sesama penguasa kerajaan
- Gaya politik – kerajaan
- Kepemimpinan – raja, pangeran dan
keluarga kerajaan
- Partisipasi massa – sangat rendah
- Keterlibatan militer – sangat kuat karena
berkaitan dengan perang
- Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan
raja yang memerintah
- Stabilitas – stabil dimasa aman dan
instabil dimasa perang
2.
Masa kolonial (penjajahan)
- Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak
terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – sering terjadi
pelanggaran ham
- Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi
kepentingan penjajah
- Integrasi vertikal – atas bawah tidak
harmonis
- Integrasi horizontal – harmonis dengan
sesama penjajah atau elit pribumi
- Gaya politik – penjajahan, politik belah
bambu (memecah belah)
- Kepemimpinan – dari penjajah dan elit
pribumi yang diperalat
- Partisipasi massa – sangat rendah bahkan
tidak ada
- Keterlibatan militer – sangat besar
- Aparat negara – loyal kepada penjajah
- Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi
mudah pecah
3.
Masa Demokrasi Liberal
- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem
belum memadani
- Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM
tinggi
- Kapabilitas – baru sebagian yang
dipergunakan, kebanyakan masih potensial
- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah
dan bawah atas
- Integrasi horizontal- disintegrasi,
muncul solidarity makers dan administrator
- Gaya politik – ideologis
- Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda
tahun 1928
- Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan
muncul kudeta
- Keterlibatan militer – militer dikuasai
oleh sipil
- Aparat negara – loyak kepada kepentingan
kelompok atau partai
- Stabilitas – instabilitas
4.
Masa Demokrasi terpimpin
- Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak
tersalurkan karena adanya Front nas
- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM
rendah
- Kapabilitas – abstrak, distributif dan
simbolik, ekonomi tidak maju
- Integrasi vertikal – atas bawah
- Integrasi horizontal – berperan
solidarity makers,
- Gaya politik – ideolog, nasakom
BAB VI
PARTAI POLITIK NASIONAL DAN
POLITIK LOKAL
Pemilu 2014
Partai politik nasional
Partai politik
lokal Aceh
BAB VII
KESIMPULAN
Indonesia
adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai system demokrasi, di
mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Para Bapak Bangsa yang meletakkan
dasar pembentukan Negara Indonesia, setelah tercapainya kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Mereka sepakat menyatukan rakyat yang berasal dari
beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar di ribuan pulau besar dan
kecil, di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia
pernah menjalani sistem pemerintahan federal di bawah Republik Indonesia
Serikat (RIS) selama tujuh bulan (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950), namun
kembali ke bentuk pemerintahan republik. Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 -
1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan
yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep Otonomi Daerah
untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan.
Sistem
politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses
penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi
dan penyusunan skala prioritasnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Pribadi,
Toto “Sistem Politik Indonesia” (Jakarta
: Penerbit Universitas Terbuka, 2006)
Jemadu,
Aleksius “Politik Global dalam Teori dan Praktik” (Yoyakarta : Graha Ilmu,
2008)
[1]
Toto Pribadi, “Sistem Politik Indonesia” (Jakarta : Penerbit Universitas
Terbuka, 2006) hlm. 2.10
[2]
Aleksius Jemadu, “Politik Global dalam Teori dan Praktik” (Yoyakarta : Graha
Ilmu, 2008) hlm. 14
[3]
Aleksius Jemadu, “Politik Global dalam Teori dan Praktik” (Yoyakarta : Graha
Ilmu, 2008) hlm. 17
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT
dengan rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “SISTEM POLITIK INDONESIA”
Selawat beriring salam penulis kirimkan kepada junjungan Alam Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabat beliau sekalian.
Dalam
penyelesaian penulisan makalah ini,
penulis mendapat bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya.
Segala
usaha telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun penulis menyadari bahwa dalam
makalah ini mungkin masih ditemukan
kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang dapat dijadikan masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.
Meureudu,
April 2014
Penulis
EKA WULAN SARI
|
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1
Latar
Belakang........................................................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah......................................................................... ........ 2
1.3
Tujuan Sistem Politik...................................................................... ........ 2
1.4
Manfaat Sistem Politik.................................................................... ........ 2
BAB
II PERANGKAT KERJA SISTEM POLITIK................................................... ........ 3
BAB
III ANALISIS SISTEM POLITIK.................................................................... ........ 4
BAB
IV STRUKTUR POLITIK DAN FUNGSI POLITIK.......................................... ........ 8
BAB
V PROSES SISTEM POLITIK INDONESIA.................................................. ........ 13
BAB
VI PARTAI POLITIK NASIONAL DAN POLITIK LOKAL................................ ........ 16
BAB
VII KESIMPULAN....................................................................................... ........ 17
DAFTAR
PUSTAKA............................................
......................................................... 18
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar