BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Menurut
ayat suci yang termaktub dalam Al_Qur’an dijelaskan bahwa anak lahir seperti
kertas putih, anak tersebut akan menjadi anak Majusi atau Yahudi, tergantung
oleh pendidikan yang diperoleh. Pendidikan untuk anak usia dini juga sangat
penting dalam pembentukan karakter pada anak. Menurut Islam pendidikan anak
dimulai sejak anak dalam kandungan. Contohnya seorang ibu disarankan banyak
membaca ayat suci, Al_Qur’an, dan dinasehatkan banyak berbuat kebajikan.
Pada waktu ibu mengandung dianjurkan bayi yang masih dalam kandungan di
dengarkan lagu-lagu yang Islami, hal itu akan mempengaruhi karakter anak jika
kelak ia dewasa nanti itu merupakan bukti, bayi dalam kandungan terdidik
dengan baik.
Pada
saat lahir, oleh ayahnya dikumandangkan suara adzan suara ini adalah
suara pertama kali yang dia dengar dan diharapkan kelak dia dewasa
anak tergerak jika mendengar adzan dan melaksanakan sholat.
Pada
usia dini merupakan masa-masa Golden Age, pada masa golden age berumur 0-6
tahun pada masa ini otak anak berkembang 80%. Pada masa ini pula anak-anak
mudah dibentuk oleh karena itu Anak perlu dibimbing dengan cara yang baik dan
sesuai dengan usianya, agar nantinya dia menjadi anak yang unggul dalam
agama maupun intelektualnya. Oleh Karena itu peran pendidik dan orang tua
dalam mendidik anak sangat penting. Orang tua dan pendidik harus melihat
potensi anak yang dimilikinya dan orang tua maupun pendidik harus membantu
mengembangkan potensi yang dia miliki, dan jangan sampai orang tua memaksa
kehendak pada anaknya.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendidikan anak
usia dini
2. Bagaiamana Standar
kompetensi anak usa dini
3. Bagaimana Pandangan anak
usia dini menurut islam
A.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pendidikan
anak usia dini
2. Untuk mengetahui Standar kompetensi anak usa dini
3. Untuk mengetahui Pandangan
anak usia dini menurut islam
B.
Manfaat Penulisan
Dengan mempelajari materi pendidikan
anak usia dini dan pandangan islam tentang anak, kita jadi mengetahui banyak
hal mengenai pendidikan anak usia dini dan pandangan islam tentang anak, selain
itu manfaat yang diperoleh yaitu kita dapat mengetahui perkembangan anak usia
dini dan kita dapat memberikan stimulus-stimulus yang tepat pada anak usia
dini.
BAB
II
PEMBAHASAN
3.1
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Pendidikan
anak usia dini merupakan serangkaian upaya sistematis dan terprogram
dalam melakukan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendiikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki
kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut
Dalam
pandangan Islam, segala sesuatu yang dilaksanakan, tentulah memiliki dasar
hukum baik itu yang berasal dari dasar naqliyah maupun dasar aqliyah. Begitu
juga halnya dengan pelaksanakan pendidikan pada anak usia dini. Berkaitan
dengan pelaksanaan pendidikan anak usia dini, dapat dibaca firman Allah berikut
ini:
Artinya:
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur". (An Nahl: 78)
berdasarkan ayat tersebut di atas, dipahami bahwa anak
lahir dalam keadaan lemah tak berdaya dan tidak mengetahui (tidak memiliki
pengetahuan) apapun. Akan tetapi Allah membekali anak yang baru lahir
tersebut dengan pendengaran, penglihatan dan hati nurani (yakni akal yang menurut pendapat yang sahih pusatnya
berada di hati). Menurut pendapat yang lain adalah otak. Dengan itu manusia
dapat membedakan di antara segala sesuatu, mana yang bermanfaat dan mana yang
berbahaya. Kemampuan dan indera ini diperoleh seseorang secara bertahap, yakni
sedikit demi sedikit. Semakin besar seseorang maka bertambah pula kemampuan
pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga sampailah ia pada usia matang dan
dewasanya.[1] Dengan bekal pendengaran, penglihatan
dan hati nurani (akal) itu, anak pada perkembangan selanjutnya akan memperoleh
pengaruh sekaligus berbagai didikan dari lingkungan sekitarnya. Hal ini pula
yang sejalan dengan sabda Rasul berikut ini:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْأَعْلَى عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ [2]
Artinya:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi”.(HR. Bukhari,
Abu Daud, Ahmad)
Meskipun anak lahir dalam keadaan lemah tak berdaya serta
tidak mengetahui apa-apa, tetapi ia lahir dalam keadaan fitrah, yakni suci dan
bersih dari segala macam keburukan. Karenanya untuk memelihara sekaligus mengembangkan
fitrah yang ada pada anak, orang tua berkewajiban memberikan didikan positif
kepada anak sejak usia dini atau bahkan sejak lahir yang diawali dengan
mengazankannya. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya fitrah manusia menuntut
pembebasan dari kemusyrikan dan akibat-akibatnya yang dapat menyeret manusia
kepada penyimpangan watak dan penyelewengan serta kesesatan di dalam berfikir,
berencana dan beraktivitas. Bagi manusia kepala merupakan pusat penyimpanan
informasi alat indera yang mengatur semua eksistensi dirinya, baik psikologis
maupun biologis. Indera pendengaran, penglihatan, penciuman dan indera perasaan
diatur oleh kepala. Tatkala azan berikut kalimah yang dikandungnya, yaitu
kalimah Takbir dan kalimah Tauhid, meyentuh pendengaran si bayi, maka kalimah
azan tersebut ibarat tetesan air jernih yang berkilauan ke dalam telinganya,
sesuai dengan fitrah dirinya. Pada waktu itu si bayi belum dapat merasakan
apa-apa, hanya kesadarannya dapat merekam nada-nada dan bunyi-bunyi kalimah
azan yang diperdengarkan kepadanya. Kalimah terebut dapat mencegah jiwanya dari
kecenderungan kemusyrikan serta dapat memelihara dirinya dari kemusyrikan.
Demikian pula kalimah azan seolah-olah melatih pendengaran manusia (dalam hal
ini anak bayi/usia dini) agar terbiasa mendegarkan panggilan nama yang baik,
sehingga hal ini menuntut para orang tua untuk memberi (menamai) anaknya dengan
nama yang baik serta memiliki makna yang baik pula. Hal ini sejalan dengan
sabda Rasul:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
الْأَسْوَدِ أَبُو عَمْرٍو الْوَرَّاقُ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا مُعَمَّرُ بْنُ
سُلَيْمَانَ الرَّقِّيُّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ صَالِحٍ الْمَكِّيِّ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ “أَحَبُّ
الْأَسْمَاءِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ” قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا
الْوَجْهِ[3]
Artinya: “Nama yang paling disukai Allah adalah
Abdullah dan Abdurrahman”.(HR. At-Tirmizi)
Nama yang indah sesungguhnya tidak hanya sekedar nama
atau panggilan, tetapi sesungguhnya merupakan cerminan tentang adanya pujian
atau do'a, harapan atau gambaran semangat dan dambaan indah kepada
anak-anaknya.
Dalam mendukung perkembangan anak pada usia-usia
selanjutnya, termasuk pada usia dini, yang menjadi kewajiban orang tua adalah
memberikan didikan positif terhadap anak-anaknya, sehingga anak-anaknya
tersebut tidak menjadi/mengikut ajaran Yahudi, Nasrani atau Majusi, melainkan
menjadi muslim yang sejati. Mendidik anak dalam pandangan Islam, merupakan
pekerjaan mulia yang harus dilaksanakan oleh setiap orang tua, hal ini sejalan
dengan sabda Rasul:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
يَعْلَى عَنْ نَاصِحٍ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يُؤَدِّبَ
الرَّجُلُ وَلَدَهُ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَاعٍ [4]
"Seseorang yang mendidik anaknya adalah lebih baik
daripada ia bersedekah dengan satu sha'(R. Tirmidzi)
Dalam pandangan Islam anak merupakan amanah di tangan
kedua orang tuanya. Hatinya yang bersih merupakan permata yang berharga, lugu
dan bebas dari segala macam ukiran dan gambaran. Ukiran berupa didikan yang
baik akan tumbuh subur pada diri anak, sehingga ia akan berkembang dengan baik
dan sesuai ajaran Islam, dan pada akhirnya akan meraih kebahagiaan di dunia dan
di akhirat. Jika anak sejak dini dibisakan dan dididik dengan hal-hal
yang baik dan diajarkan kebaikan kepadanya, ia akan tumbuh dan berkembang
dengan baik dan akan memperoleh kebahagiaan serta terhindar dari
kesengaraan/siksa baik dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini
senada dengan firman Allah:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.(At Tahrim: 6)
2.2 STANDAR
KOMPETENSI ANAK USA DINI
Standar kompetensi anak usia ini terdiri atas
pengembangan aspek-apek sebagai berikut :
1.
Moral dan nilai-nilai Agama
·
Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai
dengan kode moral kelompok social. “moral” berasal dari kata latn yag berarti tata
cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep
moral. Peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu
budaya dan yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari serluruh anggota
kelompok.
·
Perilaku tak bermoral berarti perilaku yang
tidak sesuai sengan harapan sosial. Perilaku demikian, disebabkan oleh
ketidakacuhan akan harapan sosil, melainkan ketidakstujuan dengan standar
social atau kurang adanya perasaan wajbmenyesuaikan diri.
·
Perilaku amoral berarti perilaku yang lebih
disebabkan ketidakacuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran
yang sengaja terhadap standar. Beberapa diantara perilaku anak kecil lebih
bersifat amoral ari pada tak bermoral.
·
Pada saat lahir, tidak ada anak yang memiliki
hati nurani atau skala nilai. Akibatnya, tiap yang baru lahir dapat dianggap
amoral. Tidak seorang anakpun dapat diharapkan mengembangkan kode moral
sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan standar kelompok tentang yang benar
dan yang salah.
2.
Bahasa
·
Perkembangan bahasa ditingkat pemula (bayi)
dapat dianggap semacam persiapan berbicara.
·
Pada bulan-bulan pertama, bayi hanya pandai
menangis. Dalam hal ini tangisan bayi dianggap sebagai pernyataan rasa tidak
senang.
·
Kemudian ia menangis dengan cara berbeda
menurut maksud yang hendak dinyatakan.
·
Selanjutnya, ia mengeluarkan bunyi
(suara-suara) yang banyak ragamnya tetapi bunyi-buny itu belum mempunyai arti,
hanya melatih pernapasan.
·
Menjelang usia pertengahan ditahun pertama,
meniru suara-suara yang didengarkannya, tetapi bukan karena dia sudah mengerti
apa yang dikatakan kepadanya.
3.
Kognitif
·
Perbedaan-perbedaan individual dalam
perkembangan kognitif bayi telah dipelajari melalui penggunaan skala
perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah pentingya untuk mengetahui
apakah seoraang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, normal, atau cepat.
Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk
pengayaan cukup penting. Akan tetapi dinasehati untuk memberi mainan yang lebih
sulit guna merangsang pertumbuhan kognitif mereka. Adapun kemampuan kognisi
atau kecerdasan yang harus dikusai oleh anak usia 3-4 tahun meliputi kemampuan
berfikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah, dan menemukan
hubungan sebab akibat.
4.
Emosi
·
Sebelum bayi berusia satu tahun, ekspresi
emosional diketahui serupa dengan ekspresi pada orang dewasa. Lebih jauh lagi,
bayi menunjukan berbagai reaksi emosional, antara lain kegembiraan, kemarahan,
ketakutan, dan kebahagiaan.
·
Bukan hanya pola emosi umum yang mengikuti
alur yang dapat diramalkna, tetapi pola dari berbagai macam emosi juga dapat
diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan marah (tempertantrums) mencapai
puncak usia antara 2 dan 4 tahun, dan kemudian diganti dengan pola ekspresi
yang lebih matang, seperti cemberut dan sikap Bengal.
5.
Sosial
·
Menurut keyakinan tradisional sebagian
manusia dilahirkan dengan sifat sosial dan sebagian tidak. Orang yang lebih
banyak merenungi diri sendiri dari pada bersama dengan orang lain, atau mereka
yang bersifat sosial pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar
dirinya, secara alamiah memang sudah bersifat demikian, atau karena faktor
keturunan. Juga orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang anti sosial.
Agama
Sejalan
dengan kecerdasaannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi
menjadi 3 bagian:
1) The
fairly stage (tingkat dongeng)
·
Pada tahap ini anak berumur 3-6 tahun, konsep
mengenai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi sehingga dalam
menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh
dongeng-dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan nabi akan dihayalkan
seperti yang ada dalam dongeng-dongeng.
·
Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju
pada para pemuka agama dari pada isi ajarannya dan cerita akan lebih
menarik dan jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa ke
kanak-kanakannya dengan caranya sendiri. Anak mengungkapkan pandangan
teologisnya pernyatan, dan ungkapannya tentang tuhan lebih bernada individual, emosional,
dan spontan tapi pernuh arti teologis.
2) The
Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
·
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang tuhan
sebagai bapak beralih pada tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan tuhan yang
pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan
pikiran atau logika.
·
Pada tahap ini terdapat satu hal yang perlu
digaris bawahi bahwa anak usia 7 tahun di pandang sebagai permulaan pertumbuhan
logis sehingga wajarlah bila anak harus di beri pelajaran dan di biasakan melakukan
shalat pada usia dini dan di pukul bila melanggarnya.
3) The
Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiiki
kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep
keagamaan yang individualistik ini terbagi menjadi tiga golongan.
·
Konsep ketuhanan yang konvensional dan
konservatif dengan di pengaruhi sebagian kecil fantasi
·
Konsep ketuhanan yang yang lebih murni,
dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan)
·
Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik,
yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati
ajaran agama.
2.3 PANDANGAN
ANAK USIA DINI MENURUT ISLAM
Sungguh
Alloh Subhanahu Wata’ala telah memberikan berbagai macam amanah dan tanggung
jawab kepada manusia. Diantara amanah dan tanggung jawab terbesar yang Alloh
Ta’ala bebankan kepada manusia, dalam hal ini orang tua (termasuk guru,
pengajar ataupun pengasuh) adalah memberikan pendidikan yang benar terhadap
anak. Yang demikian ini merupakan penerapan dari firman Alloh Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai
orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka”
(QS. At-Tahrim:6).
Sahabat
yang mulia Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu menafsirkan ayat diatas
dengan mengatakan: “Didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal
kebaikan” (Tafsir Ath-Thobari, Al-Maktabah As-Syamilah
Risalah
Hadist Nabi telah menjustifikasi akan pentingnya menyelenggarakan pendidikan
kepada anak usia dini, juntifikasi itu memberikan arti bahwa penyelenggaraan
pendidikan pendidikan kepada anak usia dini adalah merupakan perintah yang
didalamnya memiliki makna ibadah yang Agung. Inilah kesempurnaan sebuah ajaran,
dimana Islam mengajarkan tentang pentingnya proses pembentukan generasi muslim
dari sejak sedini mungkin untuk membangun pribadi-pribadi muslim yang kaffah
(sempurna).
Beberapa
landasan Hadist yang menerangkan betapa pentingnya mendidik anak sejak usia
dini, dapat di renungkan hadist-hadist berikut ini:
قالَ رَسُولُ
الله ِصَلَّى الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّيُوْلَدُعَلَى الْفِطْرَةِفَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَجِّسَانِهِ (رواه البخارى)
Artinya : “ Setiap anak dilahirkan atas fitrah (kesucian agama yang sesuai dengan
naluri), sehingga lancar lidahnya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan
dia beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhori)
أَكْرِمُواأَوْلاَدَكُمْ،وَأَحْسِنُواأَدَبَهُمْ
Artinya : “Muliakanlah anak-anak kalian dan
didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik.”
قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى الله
ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ
مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا ( رواه
البخارى)
Artinya : “ Paling baiknya kamu sekalian
adalah dari budi pekertinya. “ (H.R. Bukhori)
‘Amru bin ‘Atabah pernah memberikan pegangan
kepada para pengasuh anaknya dengan berkata :
لِيَكُنْ أَوَّلُ
إِصْلاَحِكَ لِوَلِدَى إِصْلاَحَكَ لِنَفْسِكَ فَإِنَّ
عُيُوْنَهُمْ مَعْقُوْدَةٌبِعَيْنِكَ,فَاالْحَسَنُ عِنْدَهُمْ مَاصَنَعْتَ وَالْقَبِيْحُ عِنْدَهُمْ
مَاتَرَكْتَ
Artinya : “
Hendaklah tuntunan perbaikan yang pertama bagi anak-anakku, dimulai dari
perbaikan anda terhadap diri anda sendiri. Karena mata dan perhatian mereka
selalu terikat kepada anda.Mereka menganggap baik segala yang anda kerjakan,
dan mereka menganggap jelek segala yang anda jauhi.”
Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi orang
tua untuk memperhatikan masalah pendidikan anaknya dengan sebaiknya-baiknya.
Segala
sesuatu adalah berproses, demikian juga dalam hal mendidik anak. Berikut
beberapa tahapan dalam membina dan mendidik anak
2.3 MATERI AJAR
UNTUK ANAK USIA DINI MENURUT ISLAM
Guru
sebagai pendidik harus mempertimbangkan aspek psikologis anak, di samping itu
bagi lembaga pendidikan keagamaan anak usia dini juga perlu memperhatikan aspek
bahan ajar yang disampaikan dalam proses belajar mengajar. Bahan ajar dalam
kerangka pencapaian target kurikulum memiliki peran yang strategis dan dapat
dikategorikan sebagai guru kedua bagi anak didik sehingga perlu dipersiapkan
secara sistematis dan terintegrasi dengan proses pengembangan, perencanaan, dan
evaluasi kurikulum dalam berbagai tingkatan lembaga pendidikan.
1.
Memilih istri (ibu bagi anak) yang sholihah
Hal ini
merupakan langkah awal yang dilakukan oleh seseorang (calon bapak) agar
anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang sholih.Karena seorang ibu adalah
sekolah pertama tempat anak-anak menimba ilmu dan belajar. Seorang ibu yang
sholihah tentu saja akan mengajarkan kebaikan dan amal sholih kepada
anak-anaknya.
Oleh karena itu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda yang artinya : “Wanita dinikahi karena 4 hal: (yaitu) kekayaanya,
kedudukanya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah wanita yang memiliki agama,
niscaya engkau akan beruntung”(HR. Bukhori Muslim).
Demikian juga sebaliknya. Bagi seorang calon ibu, ia
harus memilih pendamping sholih yang kelak akan menjadi ayah dari anak-anaknya.
Ayah adalah pemimpin dalam keluarga yang akan mengarahkan kemana bahtera rumah
tangga akan berlayar. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda yang
artinya : “Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya
maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi
dan kerusakan yang luas” (HR At-Tirmidzi)
2.
Membiasakan anak untuk mengerjakan ibadah
Diantara yang perlu ditanamkan sejak
dini dalam diri anak-anak adalah kesadaran untuk mengerjakan sholat wajib. Yang
demikian ini disebutkan dalam firman Alloh :
وَأْمُرْأَهْلَكَ
بِالصَّلَاةِوَاصْطَبِرْعَلَيْهَا
“perintahkan
keluargamu untuk mengerjakan sholat dan bersabar atasnya” (QS. Thoha:132).
Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “ajarkan sholat pada anak
anak disaat berumur 7 tahun” (HR. At-Tirmidzi).
Selain
itu pula hendaknya orang tua memotivasi anak-anak untuk mengerjakan ibadah yang
lain agar ketika mereka mencapai usia balig, mereka sudah terbiasa dengan
ibadah-ibadah tersebut.
3. Memberikan
teladan yang baik
Teladan yang baik merupakan hal terpenting dalam
keberhasilan mendidik anak.Telah diketahui bersama bahwa seorang anak itu suka
meniru tingah laku orang tuanya.Bila orang tua memberikan teladan yang baik
kepada anaknya niscaya anak tersebut menjadi pribadi yang baik.Begitu juga
sebaliknya. Maka hendaknya orang tua memperhatikan dan tidak menyepelekan
masalah ini, serta jangan pula apa yang dikerjakan bertentangan dengan apa yang
dikatakan. Alloh berfirman yang artinya : ”Hai orang-orang yang beriman,
mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Amat besar kemurkaan
disisi Alloh ta’ala bila kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan” (QS.
Ash –Shof : 2-3)
4. Menjauhkan
mereka dari teman teman yang buruk
Hendaknya
orang tua memberikan pengarahan kepada anak-anaknya agar memilih
teman-teman yang baik agama dan budi pekertinya. Juga selayaknya orang tua
memberikan pengertian dan senantiasa mengingatkan mereka akan bahaya bergaul
dengan orang-orang tak sholih.
Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya,
perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan
pandai besi; adapun penjual minyak, maka bisa jadi dia akan memberimu hadiah
atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi,
maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau busuk” (HR
Bukhari dan Muslim)
5. Membentengi
diri mereka dari hal hal yang merusak akhlak mereka
Penyebab banyaknya penyimpangan yang dilakukan anak-anak
baik dari segi aqidah maupun akhlak adalah apa yang mereka saksikan baik di
media cetak maupun elektronik berupa gambar-gambar atau tayangan-tayangan yang
merusak agama mereka. Solusinya adalah terus memantau aktivitas sehari-hari
mereka, serta memberikan bimbingan akan dampak negatif dari kemajuan teknologi.
Yang demikian ini bukan berarti melarang mereka untuk menggunakan sarana
informasi dan komunikasi, hanya merupakan pengarahan agar teknologi bisa
termanfaatkan dengan baik.
6. Mengajarkan
nilai-nilai luhur dalam ajaran islam
Sudah sepantasnya bagi orang tua untuk
menanamkan nilai-nilai luhur pada diri anak-anaknya, seperti pentingnya iman
dan islam, kecintaan pada Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa
sallam (yang nantinya membuahkan ketaatan terhadap perintah-perintah dan
meninggalkan larangan-larangan), juga mengajarkan mereka adab-adab islam
sehari-hari,( seperti adab berpakaian, makan dan minum dsb), dzikir-dzikir dan
doa-doa, cara bertutur kata, bergaul dengan baik terhadap orang yang lebih tua
dan sesama, cinta akan kebersihan dan perilaku baik lainya.
7. Bersikap
adil
Yaitu bersikap kepada anak-anak, tidak membedakan antara
satu anak dengan anak yang lainya dalam segala hal, baik dari sisi kasih
sayang, perhatian, pengajaran, nafkah, hadiah dan lain sebagainya sehingga
tidak terjadi kecemburuan diantara mereka.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam
bersabda:
فَاتَّقُوااللَّهَ
وَاعْدِلُوابَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
“Bertaqwalah kalian kepada Alloh, dan berbuat adillah terhadap
anak-anak kalian” (HR. Muslim)
1.
Mendoakan kebaikan bagi mereka
Hendaknya orang tua menyadari bahwa hidayah berada di
tangan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Alloh memberikan hidayah kepada siapa
saja yang Ia kehendaki dengan rahmat dan karunia-Nya, sedang orang tua hanya
bisa mengajarkan, mengarahkan, dan membimbing anak-anaknya. Oleh karena itu
hendaknya memperbanyak berdoa untuk kebaikan mereka.
وَالَّذِينَ
يَقُولُونَ رَبَّنَاهَبْ لَنَامِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَاقُرَّةَأَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَالِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“ mereka berdoa: “
wahai Robb kami, berikanlah kami penyejuk
hati dari istri-istri dan anak-anak kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi
orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Furqon: 74).
Namun sebaliknnya, jauhilah dari mendoakan kejelekan bagi
mereka (seperti: mengutuk, membodoh-bodohi, melaknat dan yang semisalnya)
Anak adalah amanah dari Alloh, dan kita diperintahkan
agar bisa menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya.Semoga kita mampu menjaga dan
menunaikan amanat yang diberikan kepada kita.Wallohu Ta’ala A’lam.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari materi yang kami bahas tentang Pendidikan Anak Usia
Dini dan Pandangan Islam tentang Anak dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak
usia dini merupakan pendidikan awal, untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki
pendidikan yang lebih lanjut. Dalam hal ini peran orang tua sangat penting,
karena orang tua adalah pengenalan pertama tentang pendidikan. Pada masa usia
dini anak harus memenuhi aspek-aspek perkembangan seperti moral, bahasa,
kognitif, emosi, social, dan agama. Setiap anak memiliki perkembangan yang
berbeda, karena cara pola asuh mereka tidak sama. Ali bin Abi Tholib as,
mengatakan “didik dan ajarilah mereka (istri dan anak-anak) hal-hal kebaikan”.
Risalah Hadist Nabi telah menjustifikasi akan pentingnya pendidikan anak usia
dini. Dalam hadist diterangkan bahwa “ Setiap anak dilahirkan atas fitrah,
sehingga lancar lidahnya, maka orang tuanya yang menjadikan dia beragama
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
3.2 Analisa
Penulis
Menurut saya Dalam pandangan Islam anak merupakan amanah
di tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang bersih merupakan permata yang
berharga, lugu dan bebas dari segala macam ukiran dan gambaran. Ukiran berupa
didikan yang baik akan tumbuh subur pada diri anak. Sebaiknya dalam membina dan
mendidik anak harus memperhatikan tahapan-tahapan seperti memilih istri yang
sholehah, membiasakn anak untuk mengerjakan sholat, memberikan teladan yang
baik, menjauhkan mereka dari teman-teman yang buruk, membentengi diri mereka
dari hal-hal yang merusak akhlak mereka, mengajarkan nilai-nilai luhur dalam
ajaran Islam, bersikap adil, mendo’akan kebaikan bagi mereka
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, jamal
ma’mur.2009.Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
DIVA Press.
Hasan, Maimunah. 2011. Pendidikian Anak Usia Dini. Yogyakarta: DIVA press
Mansyur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam
Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Paud. Yogyakarta: Pedagogia.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan
rahmatnyalah maka kami boleh menyelesaikan sebuah Makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan
judul " PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI DALAM PERSPEKTIF ISLAM ", yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita
untuk mempelajari peranan filsafat ilmu dalam ilmu pengetahuan
Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh
rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.
Samalanga, April 2014
Penyususn
|
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan
yang disusun oleh Tgk. Azmi Yudha Zulfikar
S.Hi
DISUSUN
Oleh :
KELOMPOK 8
MAHLINA
YANA
KHAIRUL
MAHYA
IDAYANI
SRI
SAFRINA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) AL-AZIZIYAH
SAMALANGA KABUPATEN BIREUEN
TAHUN
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar